Sebuah Novel;
"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"
Karya; Syukri Isa Bluka Teubai
-{({ 34 })}-
Balai Bambu Beratap Rumbia
***
Buku
novel yang tengah menjadi bacaan yang juga tengah dielus elusnya di malam Kamis
yang tiada berbintang, namun malam itu tetap sahaja masih terang walau dibalut
jubah pekat akan kegelapan malam di kesempatan.
Adalah
buku itu merupakan hasil daripada buah pikirnya sendiri, novel tersebut adalah
ia yang menulisnya. Itulah buku, novel karyanya yang pertama sekali. Buku tersebut
pun kini tengah dalam proses percetakan, adalah tengah dicetak untuk kedua
kalinya.
Adakala akanpa
cerita cerita yang termuat di dalamnya akan novel pertamanya itu adalah sebahagian
daripada catatan catatan pribadi, persoalan persoalan hidup bersosial, perihal anak
anak muda adakala dalam pada soal cinta mencintai.
Juga
daripada pengalaman pengalaman hidupnya tak kala tengah, dalam mengarungi bahtera
kehidupan di kala waktu, di masa masa sebelum menikah, sebelum ia menjadi
seorang penulis yang sudah sangat terkenal seperti sekarang ini.
Di masa masa
sebelum ia menikahi Suci Lelanya dahulu ia sudah pun menulis dan itulah buku
novel pertama karyanya Azis Muhammad Zul, akan pemuda kampung Bluka Teubai,
akan novel yang berjudul ‘Elegi Berkasih di Bandar Darussalam’.
Pada sebelumnya
juga Azis sudah menulis beberapa buku, baik itu buku puisi, buku cerpen, buku
buku motivasi dan lain sebagainya. Yang namun oleh kerana novel pertama Elegi
Berkasih di Bandar Darussalam-nyalah ia mulai lebih terkenal.
Walau
pada halnya di masa sebelum novel tersebut diterbitkan, adalah beberapa dari penerbit
yang ada di ibukota provinsi Aceh ini sudah pun duluan menerbitkan akan buku kumpulan
puisi dan buku buku antologi cerpennya.
Mungkin, Allah SWT baru, telah berkehendak
lain untuk dirinya setelah buku novel pertamanya itu diterbitkan, seketika nama
pemuda kampung pesisir, Bluka Teubai itu melambung. Bahkan ia tak pernah
menduga pada hal itu yang terjadi dengan begitu sahaja.
-{({ 39 })}-
Baik di
kampus atau di mana mana tempat di awal awal terbit bukunya tersebut, ke mana mana
sahaja tempat ia pergi adalah ada dan siapa sahaja akan mereka yang menegurnya.
Dan juga sudahlah pastinya Allah SWT telah mengatur akan umur, rezeki,
pertemuan, jodoh dan maut seseorang.
Oleh
kerana hasil daripada penjualan buku novel itulah, ia dapat tambahan uang untuk
bersegera bisa menikahi sang kekasih hatinya tak kala waktu. Dari hasil
penjualan itu pula Azis sudah bisa memulai kehidupan dunianya selayaknya
kehidupan.
Membeli sebuah
rumah yang kemudian direhap lagi sebagaimana diinginkannya untuk disinggahi
bersama bidadari dunianya. Memodali dirinya supaya bisa tetap untuk terus
menulis, kerana sebelumnya. Ia hanya bisa menulis di senggang senggang waktu
sahaja, bersabab harus bekerja di separuh waktu lagi untuk menafkahi hidup dirinya
sendiri.
Lagipun dahulu
itu sampai dengan sekarang ini dirinya, tidaklah suka mencari cari muka kepada
kumpulan seniman, budayawan, dan lain sebagainya yang pekerjaan mereka itu
berkaitan dengan seni. Yang dirinya juga di kala waktu sudah menjadi, termasuk seorang
seniman.
Namun ia
masih merasa dirinya walau sudah banyak menulis, ia masih merasa dirinya bukanlah
seorang penulis hebat, bahpun di masa masanya dahulu, ia sudah menulis buku
cerpen, buku puisi dan beberapa dari puisi karyanya sudah pun ada di dalam beberapa
buku para seniman negeri Malaysia.
Pemuda penyuka
sastra tersebut di kala waktu jika sahaja mahu, berkeinginan untuk melakap akan
dirinya sebagai seorang penyair nasional bahkan internasional sudah pun bisa,
boleh. Dan bukan di dalam satu buku sahaja, tapi sudah di beberapa buku yang ada.
Alasan
pertama, oleh kerana memang puisi puisinya itu di masa, sudahlah termuat, sudahlah
adanya terkumpul bersama dalam buku antologi puisi yang sekalian penulisnya,
penyair penyairnya itu berasal dari negara Thailand, Singapura, Brunai
Darussalam dan Malaysia.
Yang namun
ia tidak mahu seperti itu, melakap dirinya ini, itu, apatah kata orang nantinya
walau pada dasarnya ia punya bukti pada sekalian buku yang ada padanya, dahulu.
Juga dirinya sudah pun pernah berkunjung ke negeri Malaysia untuk menghadiri
sebuah acara seni di kala waktu.
-{({ 40 })}-
Di masa
itu ia juga tengah menulis buku novel yang tengah dielus elusnya sekarang ini,
di masa ia sudah pun menulis beberapa buku, hanya sahaja belum menemukan,
berjodoh dengan pernerbit yang mahu menerbitkan tulisan tulisannya itu.
Bahpun dirinya
jarang bergabung dengan kumpulan orang orang seni tersebut di kala waktu yang
namun Azis sudahlah banyak kenal dengan mereka mereka yang pelaku seni, seniman,
budayawan, penulis penulis senior.
Yang
beberapa dari mereka tersebut orang orang yang tidak memandang akan diri mereka
itu hebat, walau pada dasarnya orang lain akan menilainya begitu dengan sendirinya
tanpa ada meminta akan dirinya untuk dinilai. Akan pemuda penyuka sastra itu
sudah pun kenal dengan mereka yang berperangai demikian.
Ia hanya
bergaul dengan para seniman, penulis dan pelaku seni yang mereka itu rendah
hatinya, ia suka bertukar cerita dengan mereka. Pada, entah oleh kerana memang
sudah menjadi hakikatnya, hampir semua pelaku seni bernasib sama.
Apalagi di
daerahnya itu, adakala akanpada pecinta seni, pemerhati budaya, penulis dan
lainnya. Semua mereka harus punya pekerjaan lainnya, adalah setiap manusia
harus menafkahi dirinya sendiri juga sekalian kelurganya dengan pekerjaan yang
bukan daripada itu (berkesenian).
Bahkan
siapa sahaja jika nak bergelut dengan dunia seni atawa mereka mempunyai bakat,
kelebihan tersendiri di dalam berkesenian. Haruslah mempunyai pekerjaan lain
demi membiayai kubutuhan di dalam kehidupan.
Kerana di
daerahnya siapa sahaja yang mahu bergelut dengan yang namanya seni adalah akan
menambah beban sehari hari yang harus ditanggungnya sendiri, di daerahnya sekalian
penulis dan lain itu tidaklah begitu diperhatikan oleh sipengemban amanat.
Dan jika
sahaja apa yang dilakukan oleh seseorang akanpada hal yang berkaitan dengan
dunia seni demi mencari uang semata, dan sekalian pelaku itu tidaklah mempunyai
hasrat apalagi bakat yang berdasar dari hati.
-{({ 41 })}-
Hanya
meniru niru, sok soan dan hanya ikut ikutan sahaja. Akan mereka itu tidaklah
akan lama bisa, mampu bertahan di ranah seni tersebut, kerana pada apa yang
dicarinya tidaklah berada di sana, tidaklah ada uang di sana.
Selain harus
menafkahi dirinya di kala waktu, pada dasarnya Azis mempunyai akan tanggung
jawab, sangatlah besar akan beban itu dipundaknya, kerana ia seorang anak
lelaki pertama setelah kedua kakak perempuannya.
Tepatnya pemuda
penyuka sastra tersebut ialah anak ketiga daripada urutan anak di dalam keluarganya sekaligus dirinyalah
lelaki yang tertua dari ke dua adik laki lakinya, mereka itu semuanya lima
bersaudara.
Sebelum
novel pertamanya itu diterbitkan, ia sama sekali tidak pernah, belum bisa
membantu akan kedua adik adiknya itu, sama sekali tidak pernah. Walau pada
dasarnya itu sudah menjadi tanggung jawabnya.
Apalagi
untuk membantu keluarganya, walaupun ia salah satu tulang punggung keluarga,
kerana ia anak lelaki tertua di dalam keluarganya. Namun apa mahu dikata, Tuhan
telah mengatur semua. Begitulah akanpada kehidupan mudanya dahulu sebelum
datangnya masa pergantian itu kepada pemuda kampung tersebut.
“Beginilah kehidupanku dahulu, jika saya
ingat, sepertinya tidak bisa percaya pada kisah yang dulu itu.”
“Ngutang sana, sini sama rakan dan parah
sekali ternyata, namun yakinku, tuhan mencintai sekalian ummat-Nya,” Azis
berguman, ia adalah seorang yang sering sekali mengingat akanpada kehidupannya
dahulu.
“Saya sangat takut, jika sahaja semua ini
(sudah menjadi orang sukses di waktunya) membuatku menjadi seorang yang lupa
diri.”
“Saya takut sekali jika sampai diri ini
berkelakuan begitu, Tuhan,” lelaki yang suka menulis tersebut suka prihatin
terhadap dirinya, kerana hidupnya sekarang, sudahlah lumayan. Ia takut waktu waktu
seperti akan, bisa membuatnya lupa diri.
-{({ 42 })}-
Pada
malam itu ia masih, hanya sendiri di atas balai bambunya, tiada, belum ditemani
sang istri tercinta, juga tidak oleh si buah hatinya. Mungkin sahaja ia sengaja
meminta untuk tidak ditemani oleh siapapun di malam yang mulai terus berkabut
itu.
Kini Azis
mulai membaca lagi akan novel pertama daripada karangannya itu, samar samar terdengar
suaranya tengah membaca akan sekalian nasehat, cerata cinta, kasih sayang,
harapan bahkan cita citanya dahulu, yang sudah ia tuliskan hampir semuanya ke
dalam buku tersebut.
Pemuda
penyuka sastra itu memulai bacaannya lagi dari halaman pertama, dan terdengarlah
akan ceritanya semakin sendu. Maka bermulalah daripada itu akan kisah
pengalaman hidupnya, dan dari sinilah bermula segalanya.
Bermula
akan awal daripada cerita di dalam sebuah buku novelnya karyanya itu.
Berawallah akan kisah itu dibacanya mulai daripada nomor satu daripada halaman
novel pertamanya tersebut. Akan pemuda penyuka sastra tengah mengulang kisah
hidupnya.
Bersambung.....
Nantikan sambungannya terus tetaplah membaca novel saya, semoga berkenan di hati anda.
Terimakasih banyak untuk anda yang sudah mahu membacanya.
Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 11 Mey 2018.
0 Comments