Sebuah Novel; Elegi Berkasih di Bandar Darussalam {12}


Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai


-{({ 47 })}-

Hal yang Tak Terduga
***

Begitu cepat, hanya sekelip mata sahaja bahkan lebih cepat lagi daripada itu, lebih cepat lagi daripada cahaya sang kilat, apabila Tuhan memang sudah berkehendak pada sesuatu. Tiadalah yang bisa menghalang halangi akan sesuatu yang sudah, tengah dikehendaki-Nya itu.

Dan do’a sahaja tak bisa menjadi tembok penghalang yang kokoh, yang namun, akanpada senjata bahagi sekalian ummat muslim tersebut hanya bisa memperlambat, hanya mampu membuat sesuatu yang akan terjadi kepada siapa sahaja, apa sahaja, tak dapat berlaku seketika, tiadalah bisa menjadi penjamin akanpada sesuatu itu untuk tidak terjadi.

Bukan juga tak akan berlaku, tapi hanya memperlambat sahaja. Seperti itulah jika Allah SWT sudah berkehendak. Padahalnya beberapa menit sebelum kejadian itu, Lela baru sahaja memberitahukannya untuk pergi mengambil tugas kuliah.

Baru sahaja di beberapa sa’at yang lalu. Namun apalah daya manusia, jika Sang Pencipta telah menyegerakan perihal, akan sesuatu terjadi kepada makhluk makhluk-Nya. Itulah yang dinamai dengan takdir tidak bisa dipungkiri, tidak akan bergeser sedikitpun.

Manusia hanya bisa berencana dan berencana, tetapi Tuhanlah sang penentu, yang telah menentukan langkah (hidup manusia), rezeki, pertemuan (jodoh) dan perpisahan (maut) itu. Ia-lah Allah yang satu. Yang memiliki kekuasaan penuh atas setiap yang sudah diciptakan-Nya.

***

“Hahai, hayooo.”

“Abang, tengah baca buku apa itu!” Suci Lela tiba tiba sudah ada di belakangnya, dara yang sampai membuat dirinya agak sedikit terkejut itu seketika memeluk akan pujangganya. Sang istri tercinta tiba tiba datang menyapanya dari belakang.

Azis langsung memegang akanpada kedua tangan peuwareuna yang sudah menghiasi akan kehidupanya tersebut, menarik akan dara itu ke dalam pangkuannya. Diiringi oleh sebuah ciuman mesra yang mendarat tepat di kening si dara, akan kekasih halalnya.

“Ya, bisa dilihatkan.”

-{({ 48 })}-

“Nampak ini kan, abang, tengah membaca.”

“Hehe!”

“Abang, hanya tengah mengulang kisah sahaja,” Azis menjawab, sembari memperlihatkan kepada Lela akanpada lapik buku itu.

“Anak anak, sudah tidurkah?” Lelaki yang telah menjadi ayah itu, berbalik tanya akanpada istri tercinta yang sudah berada di dalam pangkuannya, kini.

“Iya, sayang!”

“Buah cinta kita sudahpun terlelap kedua duanya.”

“Maka dari itu, adek bisa ke sini!” Lela kembali memeluk akan kekasih yang sudah juga halal bahaginya, ia memeluk erat akan lelaki tersebut, keduanya pun masih bercakap cakap.

Mereka bermesra dalam manja sejenak waktu. Lalu dara itu mengambil dan meneguk sedikit akanpada kopi yang ada di gelas sang suami. Kemudian diambilnya satu potong ketela, ia menggigit sedikit akanpada penganan tersebut, begitu juga untuk sang suami.

Suci Lela tak lupa menyuap untuk lelaki yang baru, sudah empat tahun mendampingi hidupnya itu. Dan mereka kembali bercakap cakap. Beberapa sa’at kemudian Azis memakan lagi daripada sepotong pisang yang sudah direbus.

Lela beranjak, ia semakin merapatkan akan tubuhnya yang dibalut kain lembut bermotif bunga jeumpa, dirinya terus merapat padat ke dalam pangkuan sang suami, yang kini tengah melanjutkan lagi akanpada bahagian bacaan yang belum dibaca habis olehnya. 

****

Sesampainya Azis di Klinik, ia mendapati dara itu tengah duduk agak sedikit merebahkan badannya di atas ranjang yang disediakan di tempat itu, ia menyapa, menanyakan akan keadaan daripada kekasih yang kini sudah menjadi halal bahaginya, yang sekarang ini tengah berada di dalam dekapannya dan mereka di atas balai bambu beratap rumbia.

-{({ 49 })}-

Lela sudah berada di sebuah klinik, ia dibawa oleh rakan yang mahu  dijemput tadi. Persis, akan kejadian tersebut terjadi di persimpangan jalan menuju rumah rakan perempuan yang satu ruang kuliah dengannya itu.

Akanpada klinik pun hanya berjarak beberapa meter sahaja dari tempat kejadian perkara. Tertabraknya Lela tak kala akan menjemput perempuan yang sudah membawanya ke klinik tersebut, mereka sudah janjian untuk pergi berdua ke tempat kakak leting.  

Azis mendekati dan melihat, bertanya kepada dara yang baru sahaja kecelakaan, ia menanyai dara tersebut apa sahaja yang sudah berlaku padanya, sekilas Lela terlihat tidak apa apa. Perempuan itu sadar, sesa’at Azis berada di hadapannya.

Bulir bulir bulat air mata meleleh membasahi pipi putih ranum itu, Azis pun bersegera untuk menyeka akanpada mata si dara peunawanya yangmana matanya itu tengah berair, air air tengah mengaliri akan aliran yang berada di tepi daripada penglihatan perempuan tersebut.

Lecet ringan nampak di kaki sebelah kiri sang dara pujaan, tepat di atas tumit. “Ooo, ini hanya luka sedikit sahaja,” Azis pun mencandai Lela, tangannya terus menyeka akan air mata yang kini tidak lagi mengalir banyak.

Adalah ia mencandai Lelanya sebagai pelunak trauma,  dara itupun bisa tersenyum, pemuda itu terus mencandainya, padahal hatinya juga tengah sangat sangat berelegi. Urusan di klinik selesai, Azis membawa Lela ke tukang kusuk (urut tradisional), berharap tahu apakah keluhan di kaki itu cuma terkilir biasa sahaja atawa bagaimana.

Dalam perjalan, Handphone Azis berbunyi. Rambo rakannya yang menelepon, panggilan itu pun dijawab segera olehnya bahpun dirinya tengah memboncengi Lela. Namun ia sangat berhati hati kerana tengah berada di jalan dan di dalam perjalanan.

Menjawab telepon tak kala tengah berkendara memanglah itu adalah sebuah kesalahan, kerana kini perihal tersebut sudah diatur undang undang. Tidaklah boleh bermain handphone jika tengah berkendara.

-{({ 50 })}-

Azis langsung memberitahukan perihal Lela yang mengalami kecelakaan dan sekarang dalam perjalan menuju ke tempat urut yang rakan tersebut tahu di mana tempat kusuk itu berada. Adapun tadi Nazar menelepon dirinya adalah kerana tak kala ia dalam perjalan mengarah ke tempat kejadian perkara.

Ia sempat menelepon dan mahu memberitahukan rakan tersebut, tapi pada sa’at itu tidak ada jawaban dari karibnya, maka tak kala dirinya sudah, tengah dalam perjalanan untuk membawa Lela ke tempat urut tradisional yang berada di simpang Surabaya. Rambo, rakannya itu baru meneleponnya balik.

“Iya, iya!”

“Kami akan segera ke tempat itu sekarang,” jawab Nazar dari seberang sana.

Sesampainya Azis dan Suci Lela di tempat urut, ternyata di sana sudah ada Nazar dan Icut, adalah Cut Munira, dara yang dokter gigi tersebut calon istri Nazar. Mereka itu sudah tunangan, beberapa bulan ke hadapan mereka akan melangsungkan pernikahan.

Hari dan tanggal sudahlah ditentukan, hanya sebaran undangan yang belum dibagi bagikan kepada rakan rakan dan sekalian karib kerabat. Icut langsung memapah Lela kerana ia tidak bisa lagi berjalan oleh sabab akan kakinya itu sudah sangat terasa akan kesakitan di sana.

Didudukkannya Lela di atas kursi sembari menunggu antrian, dalam penantian itu meraka bercanda sudinya menghibur Lela. Nazar yang juga pecanda, ia juga terus terusan mencandai akan dara yang tengah dilanda musibah.

Surat kabar yang tadinya sudah di beli oleh Azis masih di dalam tasnya, seakan ia lupa untuk menampakkan puisi karyanya yang sudah  dimuat di surat kabar tersebut. Seakan ia telah hilang akan ingatannya untuk memberitahukan akan Suci Lelanya itu pada sebuah kabar gembira itu.

Bersambung.....



Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda.

Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.

Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 12 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments