Sebuah Novel;
"Elegi
Berkasih di Bandar Darussalam"
Karya; Syukri Isa
Bluka Teubai
-{({ 47
})}-
Hal
yang Tak Terduga
***
Begitu
cepat, hanya sekelip mata sahaja bahkan lebih cepat lagi daripada itu, lebih
cepat lagi daripada cahaya sang kilat, apabila Tuhan memang sudah berkehendak
pada sesuatu. Tiadalah yang bisa menghalang halangi akan sesuatu yang sudah,
tengah dikehendaki-Nya itu.
Dan
do’a sahaja tak bisa menjadi tembok penghalang yang kokoh, yang namun, akanpada
senjata bahagi sekalian ummat muslim tersebut hanya bisa memperlambat, hanya
mampu membuat sesuatu yang akan terjadi kepada siapa sahaja, apa sahaja, tak
dapat berlaku seketika, tiadalah bisa menjadi penjamin akanpada sesuatu itu
untuk tidak terjadi.
Bukan
juga tak akan berlaku, tapi hanya memperlambat sahaja. Seperti itulah jika
Allah SWT sudah berkehendak. Padahalnya beberapa menit sebelum kejadian itu,
Lela baru sahaja memberitahukannya untuk pergi mengambil tugas kuliah.
Baru
sahaja di beberapa sa’at yang lalu. Namun apalah daya manusia, jika Sang
Pencipta telah menyegerakan perihal, akan sesuatu terjadi kepada makhluk
makhluk-Nya. Itulah yang dinamai dengan takdir tidak bisa dipungkiri, tidak
akan bergeser sedikitpun.
Manusia
hanya bisa berencana dan berencana, tetapi Tuhanlah sang penentu, yang telah
menentukan langkah (hidup manusia), rezeki, pertemuan (jodoh) dan perpisahan
(maut) itu. Ia-lah Allah yang satu. Yang memiliki kekuasaan penuh atas setiap
yang sudah diciptakan-Nya.
***
“Hahai, hayooo.”
“Abang, tengah baca
buku apa itu!” Suci Lela tiba tiba sudah ada di belakangnya, dara yang sampai
membuat dirinya agak sedikit terkejut itu seketika memeluk akan pujangganya.
Sang istri tercinta tiba tiba datang menyapanya dari belakang.
Azis
langsung memegang akanpada kedua tangan peuwareuna yang sudah menghiasi akan
kehidupanya tersebut, menarik akan dara itu ke dalam pangkuannya. Diiringi oleh
sebuah ciuman mesra yang mendarat tepat di kening si dara, akan kekasih
halalnya.
“Ya, bisa dilihatkan.”
-{({ 48
})}-
“Nampak ini kan,
abang, tengah membaca.”
“Hehe!”
“Abang, hanya tengah
mengulang kisah sahaja,” Azis menjawab, sembari memperlihatkan kepada Lela
akanpada lapik buku itu.
“Anak anak, sudah
tidurkah?” Lelaki yang telah menjadi ayah itu, berbalik tanya akanpada istri
tercinta yang sudah berada di dalam pangkuannya, kini.
“Iya, sayang!”
“Buah cinta kita
sudahpun terlelap kedua duanya.”
“Maka dari itu, adek
bisa ke sini!” Lela kembali memeluk akan kekasih yang sudah juga halal
bahaginya, ia memeluk erat akan lelaki tersebut, keduanya pun masih bercakap
cakap.
Mereka
bermesra dalam manja sejenak waktu. Lalu dara itu mengambil dan meneguk sedikit
akanpada kopi yang ada di gelas sang suami. Kemudian diambilnya satu potong
ketela, ia menggigit sedikit akanpada penganan tersebut, begitu juga untuk sang
suami.
Suci
Lela tak lupa menyuap untuk lelaki yang baru, sudah empat tahun mendampingi
hidupnya itu. Dan mereka kembali bercakap cakap. Beberapa sa’at kemudian Azis
memakan lagi daripada sepotong pisang yang sudah direbus.
Lela
beranjak, ia semakin merapatkan akan tubuhnya yang dibalut kain lembut bermotif
bunga jeumpa, dirinya terus merapat padat ke dalam pangkuan sang suami, yang
kini tengah melanjutkan lagi akanpada bahagian bacaan yang belum dibaca habis
olehnya.
****
Sesampainya
Azis di Klinik, ia mendapati dara itu tengah duduk agak sedikit merebahkan
badannya di atas ranjang yang disediakan di tempat itu, ia menyapa, menanyakan
akan keadaan daripada kekasih yang kini sudah menjadi halal bahaginya, yang
sekarang ini tengah berada di dalam dekapannya dan mereka di atas balai bambu
beratap rumbia.
-{({ 49
})}-
Lela
sudah berada di sebuah klinik, ia dibawa oleh rakan yang mahu dijemput
tadi. Persis, akan kejadian tersebut terjadi di persimpangan jalan menuju rumah
rakan perempuan yang satu ruang kuliah dengannya itu.
Akanpada
klinik pun hanya berjarak beberapa meter sahaja dari tempat kejadian perkara.
Tertabraknya Lela tak kala akan menjemput perempuan yang sudah membawanya ke
klinik tersebut, mereka sudah janjian untuk pergi berdua ke tempat kakak
leting.
Azis
mendekati dan melihat, bertanya kepada dara yang baru sahaja kecelakaan, ia
menanyai dara tersebut apa sahaja yang sudah berlaku padanya, sekilas Lela
terlihat tidak apa apa. Perempuan itu sadar, sesa’at Azis berada di hadapannya.
Bulir
bulir bulat air mata meleleh membasahi pipi putih ranum itu, Azis pun bersegera
untuk menyeka akanpada mata si dara peunawanya yangmana matanya itu tengah
berair, air air tengah mengaliri akan aliran yang berada di tepi daripada
penglihatan perempuan tersebut.
Lecet
ringan nampak di kaki sebelah kiri sang dara pujaan, tepat di atas tumit. “Ooo,
ini hanya luka sedikit sahaja,” Azis pun mencandai Lela, tangannya terus
menyeka akan air mata yang kini tidak lagi mengalir banyak.
Adalah
ia mencandai Lelanya sebagai pelunak trauma, dara itupun bisa tersenyum,
pemuda itu terus mencandainya, padahal hatinya juga tengah sangat sangat
berelegi. Urusan di klinik selesai, Azis membawa Lela ke tukang kusuk (urut
tradisional), berharap tahu apakah keluhan di kaki itu cuma terkilir biasa
sahaja atawa bagaimana.
Dalam
perjalan, Handphone Azis berbunyi. Rambo rakannya yang menelepon, panggilan itu
pun dijawab segera olehnya bahpun dirinya tengah memboncengi Lela. Namun ia
sangat berhati hati kerana tengah berada di jalan dan di dalam perjalanan.
Menjawab
telepon tak kala tengah berkendara memanglah itu adalah sebuah kesalahan,
kerana kini perihal tersebut sudah diatur undang undang. Tidaklah boleh bermain
handphone jika tengah berkendara.
-{({ 50 })}-
Azis
langsung memberitahukan perihal Lela yang mengalami kecelakaan dan sekarang
dalam perjalan menuju ke tempat urut yang rakan tersebut tahu di mana tempat
kusuk itu berada. Adapun tadi Nazar menelepon dirinya adalah kerana tak kala ia
dalam perjalan mengarah ke tempat kejadian perkara.
Ia
sempat menelepon dan mahu memberitahukan rakan tersebut, tapi pada sa’at itu
tidak ada jawaban dari karibnya, maka tak kala dirinya sudah, tengah dalam
perjalanan untuk membawa Lela ke tempat urut tradisional yang berada di simpang
Surabaya. Rambo, rakannya itu baru meneleponnya balik.
“Iya, iya!”
“Kami akan segera ke
tempat itu sekarang,” jawab Nazar dari seberang sana.
Sesampainya
Azis dan Suci Lela di tempat urut, ternyata di sana sudah ada Nazar dan Icut,
adalah Cut Munira, dara yang dokter gigi tersebut calon istri Nazar. Mereka itu
sudah tunangan, beberapa bulan ke hadapan mereka akan melangsungkan pernikahan.
Hari
dan tanggal sudahlah ditentukan, hanya sebaran undangan yang belum dibagi
bagikan kepada rakan rakan dan sekalian karib kerabat. Icut langsung memapah
Lela kerana ia tidak bisa lagi berjalan oleh sabab akan kakinya itu sudah
sangat terasa akan kesakitan di sana.
Didudukkannya
Lela di atas kursi sembari menunggu antrian, dalam penantian itu meraka
bercanda sudinya menghibur Lela. Nazar yang juga pecanda, ia juga terus terusan
mencandai akan dara yang tengah dilanda musibah.
Surat
kabar yang tadinya sudah di beli oleh Azis masih di dalam tasnya, seakan ia
lupa untuk menampakkan puisi karyanya yang sudah dimuat di surat kabar
tersebut. Seakan ia telah hilang akan ingatannya untuk memberitahukan akan Suci
Lelanya itu pada sebuah kabar gembira itu.
Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda.
Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.
Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 12 Mey 2018.
0 Comments