Sebuah Novel;
"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"
Karya; Syukri Isa Bluka Teubai
-{({ 86})}-
Mereka
***
Suci Lela
adalah seorang anak yang berasal dari keluarga orang berada, berpenampilan ianya
namun penampilannya tersebut tidaklah berlebihan yangmana setiap orang yang
melihatnya pasti, tidaklah akan sampai berdosa.
Akanlah
mereka mereka itu tidak akan sampai berdosa matanya, mulutnya dan jiwanya oleh kerana
pada sabab penampilannya tersebut, dara yang kini sudah menjadi istrinya Azis, selalu
menjaga diri dan pakaiannya tak kala di hadapan khalayak ramai.
Ia juga termasuk
seorang mahasiswi yang cerdas lagi pandai dan kuliyah di salah satu kampus,
tempat yangmana akanpada kampus tersebut adalah sudah termasuk ke dalam
kategori salah satu kampus megah di ibukota ini.
Yang namun
perbedaan akanpada status yangmana Lela, dirinya adalah seorang anak yang
berasal dari keluarga orang berada dibandingkan dengan Azis, yang ianya hanya
berasal dari keluarga orang biasa biasa sahaja.
Akan
tetapi di kala waktu, di sa’at sa’at membina, menjalani hubungan haram tiadalah
adanya, akanpada status keluarga yang berbeda tersebut tiadalah menjadi
penghalang bahagi keduanya itu untuk saling berbahagi sayang dan kasih.
Walau
banyak daripada mereka, orang orang yang hanya menerka nerka, yang hanya berkesimpulan
sahaja tanpa dahulu pernah mencoba, bahkan sekalipun belum pernah melakukan, mengungkapkan akanpada perasaan
cintanya sesama makhluk.
Mereka
mereka yang sekalipun belum pernah mencoba untuk mengatakan rasanya kepada sang
dara yang perempuan tersebut berasal dari keluarga, anak anak orang kaya,
sudahlah terlebih dahulu berkesimpulan.
Bahawa
dara dara akan anak orang kaya itu adalah orang orang yang angkuh lagi sombong,
pada halnya mereka yang berkata demikian sekalipun belum pernah dekat dengan
mereka akan dara anak orang berada dan cerita pada kesombongan tersebut juga
didengar daripada orang lain lagi.
-{({ 87 })}-
Padalah
pada yang sebenarnya, tidaklah semua golongan daripada mereka itu sama adanya seperti
demikian, adalah bersifat angkuh dan sok cantik, seolah seolah mereka itu bisa
memiliki sesuatu sebagaimana kehendak hati, oleh kerana mereka sadar betul
bahawa orang tuanya orang kaya.
Pada
halnya tidaklah semua mereka itu bersifat seperti demikian, malahan banyak
daripada perempuan perempuan dari golongan yang tersebut, adalah baik hatinya,
santun perangainya, lembut tutur katanya dan penyayang sifatnya.
Hanya
seorang lelaki yang belum pernah mencoba, yang pada berita tentang angkuh dan sombongnya
seorang perempuan anak orang kaya juga didengarnya dari mulut ke mulut yang tak
jelas sumbernya dan langsung beranggapan demikian kepada sebahagian daripada mereka
itu. Ini adalah sebuah hal yang keliru.
Nakeuh,
Azis dan Lela dapat, bolehlah untuk dijadikan umpama, sebagai contoh nyata, adalah
untuk penyemangat bahagi kehidupan diri manusia itu sendiri dalam hal rasa, pada
persoalan hati yang tengah ingin mencintai dan dicintai. Bahawa yang sebenarnya
cinta bukanlah pada materi.
Akanpada
hubungan yang sudah, tengah dibina oleh kedua anak manusia yang berbeda latar
belakang keluarga masing masingnya bisalah dicontohi untuk pelebur segala
keresahan, akanpada rasa tidak percaya diri daripada pribadi orang orang muda
yang semuanya pasti memiliki cinta.
Yang
semuanya pasti mempunyai sekalian prasa, cita cita berumah tangga dengan
perempuan tercinta yang selalu dibangga bangga, akan tetapi salahnya itu sebuah
kesalahan besar telah dilakukan oleh manusia itu sendiri, oleh kerana sudah mendahulukan
akan rasa keputus-asaan, di hadapan muka asanya telahlah didahulukan hal hal
yang tidak perlu.
Nakeuh,
satu sama lainnya sudah saling menyinta dan tengah sangat berbahagia, beberapa
tahun akan hubungan sudah terbina, sekalian masalah dan bumbu bumbunya di dalam
jalinan itu jua telah sama sama dicicipi, bisa dilewati, baik baik sahaja
antara keduanya itu bahkan berhingga sekarang ini keduanya itu sudah pun
menikah.
-{({ 88 })}-
*****
“Lela, kapan sudi kiranya engkau memperkenalkan
daku pada orang tuamu.”
“Saya, tidak mahu terus terusan seperti
ini, tidaklah ada artinya begini.”
“Orang tuamu itu belumlah mengenal akan
diriku, lebih dekat!” Azis bertanya pada dara terkasihnya itu, kata kata
terucap beberapa kali, dan di setiap perjumpaan antara keduanya, Azis tetap
akan menanyakan beberapa kali pertanyaan yang sama.
“Abang, ini belum pada waktunya, tolong
abang mengerti.”
“Nanti jikalau sahaja sudah pada haq nya,
pastilah abang akan berjumpa dengan ayah, ibu. Dan adek, sangat yakin,
sebenarnya abang, sudahlah sangat dikenal dekat oleh ibu dan ayah.”
“Jangan pikirkan hal hal yang tidak bermanfa’at, Abang,
percayakan Lela, Lela berjanji akan mempertemukan abang dengan ayah dan ibu secara
khusus.”
“Dan adek, sangat yakin mereka itu akan
menerima abang apa adanya,” jawab dara yang tengah berusaha meyakinkan akan
lelaki kekasihnya itu.
“Bukan pada persoalan diterima atawa
tidaknya abang oleh orangtua adek, bukan itu masalahnya.”
“Tetapi, sekarang ini yang jadi masalahnya
adalah kita ini yang sering berjumpa, terkadang jalan jalan bersama. Bahkan
sesekali waktu di malam hari baru diantar pulang ke kosan setelah hampir
setengah siang dan malam duduk di kedai Kopi Wifi.”
“Semua yang demikian itu tidaklah membuat
abang, merasa nyaman selama ini, Lela! Tidak, tidak, sayang, abang tidak akan
pernah merasa nyaman selama kita masih seperti itu,” Azis, akan pemuda penyair itu
terus berkata kata.
“Kita ini terlahir dari keluarga keluarga
orang orang terhormat, ingat ayah dan ibu di rumah.”
-{({ 89 })}-
“Sekali, dua kali kita pergi bolehlah
mereka tidak tahu bahkan mereka itu tidak akan pernah tahu apa yang sudah, yang
tengah dilakukan oleh anak anaknya di rantau, mereka tak melihatnya.”
“Tapi sekarang ini hubungan kita sudah
bertahun tahun lamanya, kan, aneh kalau mereka tidak tahu itu, bahkan sampai
mereka tidak tahu bahawa Lela adalah bersama abang di sini, di perantauan ini
kita sering berjumpa juga jalan jalan bersama,” Azis masih berkata kata pada
Lelanya.
“Mahu tidak mahunya, setuju tidak
setujunya orang tua Lela, sama abang, itu bukan urusan, yang menjadi masalah sekarang
ini adalah mereka itu harus tahu dahulu bahawa anak daranya tengah dekat dengan
seorang lelaki yang pemuda itu adalah diriku, ini yang perlu mereka ketahui,
dahulu.”
“Jikalau memang kita ini berjodoh nantinya
sampai kapan pun kita akan tetap bersama, iblis dan syetan tidak akan pernah
mampu, sanggup membentengi apalagi pada manusia yang nak coba menghalangi,
mustahillah itu akan bisa terjadi kerana Allah SWT-lah pemilik sekalian janji.”
“Segenap rasa di jiwa ini hanya untukmu,
dan sudah pun Lela tahu seberapa besarnya keinginan ini hanya, padamu. Seakan
mati semua prasa di raga bila itu terjadi, bila kita sampai berpisah, bila
dirimu belum jua memperkenalkan daku kepada orang tuamu.” Lela menatap ke arah
pemuda penyair yang tengah berada dekat, tepat di hadapannya itu.
“Abang mahunya orang tuamu itu tahu,
setidaknya kalau sahaja terjadi apa apa padamu mereka tidak harus begitu resah
lagi,” pemuda penyuka sastra itu sudah merasa tidak lagi tenang akanpada hatinya.
Azis
tidaklah merasa nyaman dengan dirinya jika sahaja hugungannya dengan Lela belum
betul betul diketahui oleh ayah dan ibunya, dan ia juga sangat sadar, sangat menyadari
bahawa siapalah dirinya itu, tak kala ia memaksa maksa Lela, daranya untuk
memperkenalkan dirinya kepada orang tua perempuan tersebut.
Walaupun
Azis selalu mengingatkan akanpada Lela untuk memperkenalkan dirinya pada kedua
orang tuanya tersebut, namun Lela tetap sahaja pada pemikirannya, ia masih takut
dimarahi ayah dan ibunya apabila pada sa’at sekarang ini sudah memperkenalkan
seorang lelaki kepada mereka.
Bersambung.....
Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda semua.
Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.
Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 25 Mey 2018.
0 Comments