Sebuah Novel; Elegi Berkasih di Bandar Darussalam {21}



Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai

-{({ 86})}-

Mereka
***

Suci Lela adalah seorang anak yang berasal dari keluarga orang berada, berpenampilan ianya namun penampilannya tersebut tidaklah berlebihan yangmana setiap orang yang melihatnya pasti, tidaklah akan sampai berdosa.

Akanlah mereka mereka itu tidak akan sampai berdosa matanya, mulutnya dan jiwanya oleh kerana pada sabab penampilannya tersebut, dara yang kini sudah menjadi istrinya Azis, selalu menjaga diri dan pakaiannya tak kala di hadapan khalayak ramai.

Ia juga termasuk seorang mahasiswi yang cerdas lagi pandai dan kuliyah di salah satu kampus, tempat yangmana akanpada kampus tersebut adalah sudah termasuk ke dalam kategori salah satu kampus megah di ibukota ini.

Yang namun perbedaan akanpada status yangmana Lela, dirinya adalah seorang anak yang berasal dari keluarga orang berada dibandingkan dengan Azis, yang ianya hanya berasal dari keluarga orang biasa biasa sahaja.

Akan tetapi di kala waktu, di sa’at sa’at membina, menjalani hubungan haram tiadalah adanya, akanpada status keluarga yang berbeda tersebut tiadalah menjadi penghalang bahagi keduanya itu untuk saling berbahagi sayang dan kasih.

Walau banyak daripada mereka, orang orang yang hanya menerka nerka, yang hanya berkesimpulan sahaja tanpa dahulu pernah mencoba, bahkan sekalipun belum pernah  melakukan, mengungkapkan akanpada perasaan cintanya sesama makhluk.

Mereka mereka yang sekalipun belum pernah mencoba untuk mengatakan rasanya kepada sang dara yang perempuan tersebut berasal dari keluarga, anak anak orang kaya, sudahlah terlebih dahulu berkesimpulan.

Bahawa dara dara akan anak orang kaya itu adalah orang orang yang angkuh lagi sombong, pada halnya mereka yang berkata demikian sekalipun belum pernah dekat dengan mereka akan dara anak orang berada dan cerita pada kesombongan tersebut juga didengar daripada orang lain lagi.

-{({ 87 })}-

Padalah pada yang sebenarnya, tidaklah semua golongan daripada mereka itu sama adanya seperti demikian, adalah bersifat angkuh dan sok cantik, seolah seolah mereka itu bisa memiliki sesuatu sebagaimana kehendak hati, oleh kerana mereka sadar betul bahawa orang tuanya orang kaya.

Pada halnya tidaklah semua mereka itu bersifat seperti demikian, malahan banyak daripada perempuan perempuan dari golongan yang tersebut, adalah baik hatinya, santun perangainya, lembut tutur katanya dan penyayang sifatnya.

Hanya seorang lelaki yang belum pernah mencoba, yang pada berita tentang angkuh dan sombongnya seorang perempuan anak orang kaya juga didengarnya dari mulut ke mulut yang tak jelas sumbernya dan langsung beranggapan demikian kepada sebahagian daripada mereka itu. Ini adalah sebuah hal yang keliru.  

Nakeuh, Azis dan Lela dapat, bolehlah untuk dijadikan umpama, sebagai contoh nyata, adalah untuk penyemangat bahagi kehidupan diri manusia itu sendiri dalam hal rasa, pada persoalan hati yang tengah ingin mencintai dan dicintai. Bahawa yang sebenarnya cinta bukanlah pada materi.

Akanpada hubungan yang sudah, tengah dibina oleh kedua anak manusia yang berbeda latar belakang keluarga masing masingnya bisalah dicontohi untuk pelebur segala keresahan, akanpada rasa tidak percaya diri daripada pribadi orang orang muda yang semuanya pasti memiliki cinta.

Yang semuanya pasti mempunyai sekalian prasa, cita cita berumah tangga dengan perempuan tercinta yang selalu dibangga bangga, akan tetapi salahnya itu sebuah kesalahan besar telah dilakukan oleh manusia itu sendiri, oleh kerana sudah mendahulukan akan rasa keputus-asaan, di hadapan muka asanya telahlah didahulukan hal hal yang tidak perlu.

Nakeuh, satu sama lainnya sudah saling menyinta dan tengah sangat berbahagia, beberapa tahun akan hubungan sudah terbina, sekalian masalah dan bumbu bumbunya di dalam jalinan itu jua telah sama sama dicicipi, bisa dilewati, baik baik sahaja antara keduanya itu bahkan berhingga sekarang ini keduanya itu sudah pun menikah.

-{({ 88 })}-

*****
“Lela, kapan sudi kiranya engkau memperkenalkan daku pada orang tuamu.”

“Saya, tidak mahu terus terusan seperti ini, tidaklah ada artinya begini.”

“Orang tuamu itu belumlah mengenal akan diriku, lebih dekat!” Azis bertanya pada dara terkasihnya itu, kata kata terucap beberapa kali, dan di setiap perjumpaan antara keduanya, Azis tetap akan menanyakan beberapa kali pertanyaan yang sama.

“Abang, ini belum pada waktunya, tolong abang mengerti.”

“Nanti jikalau sahaja sudah pada haq nya, pastilah abang akan berjumpa dengan ayah, ibu. Dan adek, sangat yakin, sebenarnya abang, sudahlah sangat dikenal dekat oleh ibu dan ayah.”

“Jangan pikirkan  hal hal yang tidak bermanfa’at, Abang, percayakan Lela, Lela berjanji akan mempertemukan abang dengan ayah dan ibu secara khusus.”

“Dan adek, sangat yakin mereka itu akan menerima abang apa adanya,” jawab dara yang tengah berusaha meyakinkan akan lelaki kekasihnya itu.

“Bukan pada persoalan diterima atawa tidaknya abang oleh orangtua adek, bukan itu masalahnya.”

“Tetapi, sekarang ini yang jadi masalahnya adalah kita ini yang sering berjumpa, terkadang jalan jalan bersama. Bahkan sesekali waktu di malam hari baru diantar pulang ke kosan setelah hampir setengah siang dan malam duduk di kedai Kopi Wifi.”

“Semua yang demikian itu tidaklah membuat abang, merasa nyaman selama ini, Lela! Tidak, tidak, sayang, abang tidak akan pernah merasa nyaman selama kita masih seperti itu,” Azis, akan pemuda penyair itu terus berkata kata.

“Kita ini terlahir dari keluarga keluarga orang orang terhormat, ingat ayah dan ibu di rumah.”

-{({ 89 })}-

“Sekali, dua kali kita pergi bolehlah mereka tidak tahu bahkan mereka itu tidak akan pernah tahu apa yang sudah, yang tengah dilakukan oleh anak anaknya di rantau, mereka tak melihatnya.”

“Tapi sekarang ini hubungan kita sudah bertahun tahun lamanya, kan, aneh kalau mereka tidak tahu itu, bahkan sampai mereka tidak tahu bahawa Lela adalah bersama abang di sini, di perantauan ini kita sering berjumpa juga jalan jalan bersama,” Azis masih berkata kata pada Lelanya.

“Mahu tidak mahunya, setuju tidak setujunya orang tua Lela, sama abang, itu bukan urusan, yang menjadi masalah sekarang ini adalah mereka itu harus tahu dahulu bahawa anak daranya tengah dekat dengan seorang lelaki yang pemuda itu adalah diriku, ini yang perlu mereka ketahui, dahulu.”

“Jikalau memang kita ini berjodoh nantinya sampai kapan pun kita akan tetap bersama, iblis dan syetan tidak akan pernah mampu, sanggup membentengi apalagi pada manusia yang nak coba menghalangi, mustahillah itu akan bisa terjadi kerana Allah SWT-lah pemilik sekalian janji.”

“Segenap rasa di jiwa ini hanya untukmu, dan sudah pun Lela tahu seberapa besarnya keinginan ini hanya, padamu. Seakan mati semua prasa di raga bila itu terjadi, bila kita sampai berpisah, bila dirimu belum jua memperkenalkan daku kepada orang tuamu.” Lela menatap ke arah pemuda penyair yang tengah berada dekat, tepat di hadapannya itu.

“Abang mahunya orang tuamu itu tahu, setidaknya kalau sahaja terjadi apa apa padamu mereka tidak harus begitu resah lagi,” pemuda penyuka sastra itu sudah merasa tidak lagi tenang akanpada hatinya.

Azis tidaklah merasa nyaman dengan dirinya jika sahaja hugungannya dengan Lela belum betul betul diketahui oleh ayah dan ibunya, dan ia juga sangat sadar, sangat menyadari bahawa siapalah dirinya itu, tak kala ia memaksa maksa Lela, daranya untuk memperkenalkan dirinya kepada orang tua perempuan tersebut.

Walaupun Azis selalu mengingatkan akanpada Lela untuk memperkenalkan dirinya pada kedua orang tuanya tersebut, namun Lela tetap sahaja pada pemikirannya, ia masih takut dimarahi ayah dan ibunya apabila pada sa’at sekarang ini sudah memperkenalkan seorang lelaki kepada mereka.

Bersambung.....


Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda semua.

Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.

Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 25 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments