Sebuah Novel;
"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"
Karya; Syukri Isa Bluka Teubai
Rumah Sakit
***
-{({ 75 })}-
Adalah
sebuah puisi yang mewakilkan akanpada sekalian keinginan dan akanpada seribu
satu milyar rasa yang tengah berkecamuk di dalam dirinya, adalah kerana daripada
sebuah kemelut yang ada.
Yang kini
sudah bersarang di dalam hatinya tak kala mengingat akanpada sekalian cita cita
Lela, kekasih haramnya yang kini sudah berada jauh dari jangkauannya. Adapun akanpada
puisi yang ditulis oleh pemuda penyair tersebut, dan ia memberi akan judul daripada puisinya itu dengan tema: Elegi Berkasih di
Bandar Darussalam;
Tak kala berjauhan barulah terasa
barulah ada terlihat di mata
sangatlah terasa pada yang sudah menjadi
kenangan
Cinta yang berelegi
adalah denganmu menginginkan perjumpaan,
sayang!
Diri ini nak sekali bertatap muka
Menahan diri
aku sudah menahan segala hasrat yang ada
di diri ini
dan engkau jua harus bersabar duhai pujaan
Elegi berkasih di bandar ini telah pun
diberlakukan
rotasi, zaman berputar sebagaimana
keabadian
kembali dan semua akan kembali
Bersabarlah, kasih
di dalam do’amu, do’aku kita bersatu
elegi berkasih di Bandar Darussalam ini
niscaya akan berlalu
Pada-Nya pintakan semua
sungguh prasa ini susah diajak bercanda
setiap detik pada waktu perasaan ini tak
menentu
dirimu terus terpikir olehku, Suci Lela
Tertanda, Azis Muhammad Zul.
Aceh, Bandar Darussalam, 20 November 2014.
Begitulah
akanpada perasaan dengan sendirinya mencair ia ke dalam kata, akanpada pikiran
yang kian terhumbalang. Sungguh membuat Azis selalu berpikiran, teringat akanpada
daranya, Lela, Lela, Lela, Lela dan Lela yang selalu ada di benaknya.
-{({ 76 })}-
Dan ada
beberapa lagi akanpada puisi puisi lainya, yang ditulis olehnya juga tercipta
oleh kerana sabab akanpada kejadian yang tengah berlaku, ia tengah merasa rindu,
Azis tengah sangat sangat merindui akan kekasih haramnya.
Adalah
dengan mencurahkan akanpada semua prasa yang ada di dalam benaknya itu ke dalam
kata kata, ialah untuk menenangkan perasaannya tersebut walaupun itu hanya akan,
sejenak waktu sahaja bisa membuat dirinya merasa tenang.
Bahpun
demikian akan pemuda penyair masih sahaja tetap, ianya sering merenung dan termenung
sendiri, terkadang. Namun dirinya sangat yakin bahawa dibalik semua kejadian
ini akanlah ada hikmah yang sangat besar bahagi dirinya dan semua.
Adapun
beberapa hari ke hadapan ini adalah libur panjang bertepatan dengan tibanya
bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri tahun ini. Lela masihlah bergelut ia
masih berjuang melawan sakitnya itu, adalah pasti pada hari raya nanti.
Akan dara
yang kaki kirinya tengah patah tersebut tidak, belum bisa merayakan akan hari
kemenangan bahagi sekalian ummat islam yangmana pada kemerdekaan itu diraih oleh
ummat muslim setelah sebulan penuh berpuasa, berpuasa dari makan, minum, syahwat,
emosi, tingkah laku dan lain sebagainya.
Adalah
ummat islam sudah melewati, bisa melawan semua itu berhingga diperuntukkanlah
untuk mereka sebuah kemenangan, iaitu A’idil Fitri, adalah hari kesucian.
Bersihnya manusia dari noda noda dosanya itu, dari dosa di satu tahun yang
lalu.
Yang
namun Lela belumlah bisa merayakan hari kemenangan tersebut seperti dirinya
merayakan akan hari itu di tahun tahun sebelumnya akan tetapi semua itu tidaklah
menjadi persoalan, tidaklah mengapa kerana lebaran tahun hadapan pasti akan
dirasai, di tahun hadapan niscaya ia bisa merayakannya lagi.
-{({ 77 })}-
Sepekan
lagi masa di perantauan, sebelum lebaran, tapi terasa bagai setahun lamanya begitulah
yang dirasa kini oleh pemuda penyuka sastra itu. Nakeuh, Azis sangat
berkeinginan untuk bisa bersegera pulang ke kampung halaman adalah untuk
menjenguk Lelanya.
Adapun
kampung Azis yang berada di Bluka Teubai, kecamatan Dewantara, kabupaten Aceh
Utara, kurang lebih satu jam masa akanpada perjalan dari rumahnya itu ke rumah
daranya yang berada di kampung Raya Dagang, simpang empat Gle Kapai tersbeut.
Sehari
sebelum hari mak meugang Lebaran Idul Fitri, Azis sudah berada di rumah
orang tuanya di daerah pesisir tersebut. Suasana kampungnya masih begitu alami,
akanpada udara segar setiap pagi masih bisa didapati.
Mereka
mereka yang ingin menikmati udara segar pagi hari, niscaya selalu akan terlihat
di tepi laut yang beriak, di tepi pantai yang di sana berjejeran indah di mana
sekalian bot dan perahu jaring para nelayan terparkir rapi.
Di pagi
hari hari biasa ada sahaja orang yang terlihat tengah jalan jalan di tepi laut
kampung Bluka Teubai, apalagi di awal pagi hari libur, Sabtu dan Minggu. Adalah
keramaian bak hari pekan di tepi pantai laut tersebut.
Orang
orang yang datang ke situ akanlah terlihat di tepi akan pantai yang ditumbuhi, dihiasi
oleh pohon pohon cemara rindang, yang suara daunnya bak suara pesawat tempur
tak kala tengah dihempas, ditiup oleh angin laut.
Rumah
rumah penduduk terlihat asri selain ditumbuhi oleh bunga bunga yang sengaja
disemai untuk mempercantik halaman rumah, juga ditumbuhi oleh pohon pandan baik
di hadapan, kanan, kiri dan di areal belakang rumah mereka itu.
Adalah
adanya, tumbuhnya pohon pohon pandan yang sudah bagaikan pagar yang melingkar,
akan pagar yang sudah menjadi penghalang bahagi binatang ternak liar yang tak
dijaga dan yang tak pernah diurus oleh pemiliknya.
Rumah
rumah yang tersusun rapi, berselang satu tumpuk pohon pandan yang melingkari,
barulah terlihat lagi akan rumah jiran di sampingnya tapi tidaklah berjauhan
letak antara rumah yang satu dengan rumah jirannya.
-{({ 78 })}-
Terlihatlah
mereka meraka itu berjalan jalan santai di awal pagi untuk menghirup udara
segar. Pun selain untuk menghirup udara pagi, orang orang dan siapa sahaja yang
datang menginap, tinggal beberapa hari di kampung Bluka Teubai, di rumah rumah
saudaranya itu.
Mereka
yang pendatang tersebut lebih suka lagi untuk jalan jalan pagi di tepi pantai,
sekalian pendatang itu pastilah mereka akan jalan jalan di pagi hari sembari
melihat lihat pemandangan yang sangat elok dipandang mata, setiap pendatang
pasti melakukan itu.
Juga
terlihat sekalian mereka mereka itu di jalan jalan kampung yang kiri dan kanan
bahu jalan tersebut dikelilingi oleh pohon pohon kedondong pagar yang masih
muda muda. Akanpada jalan di kampung Bluka Teubai itu banyak.
Siapa
sahaja bisa lebih leluasa jika nak melihat lihat suasana kampung tersebut.
Ditambah lagi akanpada jalan penghubung di tepi pantai bisa tembus ke jalan
kampung tanpa harus memutar balik arah lagi, siapa sahaja yang mahu
mengililingi kampung tersebut bisa sesukanya.
Hari
Kamis adalah lebaran pertama tahun ini, setelah Jumat di hari lebaran yang
kedua, Azis Muhammad Zul pergi ke rumah Lela, berlebaran sekaligus menjenguk
akan kekasih haramnya yang oleh kerana dara tersebut sangatlah dirinduinya.
Sesampai
di rumah orang tua Lela, ia memberi salam dan bersalaman dengan ayah dan ibu
daranya yang langsung mempersilahkan dirinya untuk masuk, seketika sahaja terlihatlah
olehnya akan pujaan yang terduduk di atas pembaringannya.
Lagi,
bergejolak akan rasa pilu, akanlah pada kesedihan rasa tersebut telah merasuki
dirinya, lagi, menangis akan batinnya. Lagi dan lagi tersedu sedu akan jiwa yang
ada di dalam raganya tersebut, kerana melihat akan penawar hatinya itu.
Hanya
bisa terduduk sahaja di atas pembaringannya, sedemikianlah rupa. Dara, kekasih
haramnya itu hanya terbungkus rapi oleh baju baru sahaja. Terduduk sopan, tapi
kaku, terduduk manis tapi lesu, terduduk ianya yang namun dirinya itu pilu.
Sangat, sangatlah sedih ianya itu, pasti.
-{({ 79 })}-
Secercah
senyuman merekah di bibir daranya yang hanya bisa menetap di tempat duduknya
sahaja, secarik kebahagian terlihat di wajahnya, bermekaran lagi sebuah
senyumannya begitu indah menghiasi hari raya yang cerah.
Lela menyambut
akan kekasih pengarah, yang sudah mengajarinya banyak hal di dalam hidupnya,
lelaki yang datang dengan gagah, membawa rindu, membawa cinta, membawa bahagia
dan membawa segala laksa peristiwa.
Azis
ingin sekali menangis di kala waktu, setelah melihat sang pujaannya hanya bisa,
terduduk manis sahaja di situ. Tiada bisa berjalan, belum boleh banyak
bergerak, tiada bisa berbuat apa apa. Seakan iaitu sebuah boneka dari India
yang dipakaikan baju sahaja, walau Lelanya telah menunggu akan kedatangannya
itu dengan sebuah senyuman bahagia.
“Kiban (bagaimana).”
“Pu, kajet ta me en bola loem (apa, kita
sudah bisa main bola lagi)?” Itulah kata kata pembuka yang ditujukan untuk Lela.
Dengan
candaan sederhananya itu membuat daranya dan sekalian tetamu yang tengah berada
di rumah tersebut tertawa, Azis memang suka bercanda apalagi dengan kekasihnya
itu dan pemuda penyair tersebut pandai sekali menyimpan rasa. Yang namun, tetap
terlihat akan sekalian keresahan di dalam hati lewat raut wajahnya.
“Sudahkah ada perubahan?” Azis bertanya
lagi pada Lelanya.
“Alhamdulillah, sudah ada walaupun baru sedikit
sahaja,” jawab dara itu
“Alhamdulillah.”
“Jika memang sudah agak membaik,” sekali
lagi Azis mengulangi akan kata syukur yang sudah duluan diucapkan akan kata
kata tersebut oleh daranya itu. Dan semua mereka pun larut dalam cerita.
-{({ 80 })}-
Selepas
daripada kunjungannya di hari raya Idul Fitri itu mereka tetaplah sering,
saling teleponan antara satu sama lainnya, dan sebelum kejadian itu berlaku
keduanya juga sudah sering melakukan hal tersebut iaitu telepon teleponan.
Lela
memberitahukan Azis bahawa ayah dan ibunya menanyakan perihal gerangan akan
dirinya, kekasih haramnya itu pun langsung berterus terang kepada orang tuanya,
bahwa Azis adalah kekasih hatinya. Walau memang kedua orang tuanya sudah dari
dahulu , di awal kecelakaan sampai pada kejadian ia menginap di rumah sakit
demi menjaga Lela di kala waktu.
Akan
orang tuanya tersebut sudahlah mempunyai, berfirasat bahawa Azis adalah seorang
yang sangat istimewa di mata anak daranya tersebut, ditambah lagi semasa mereka,
selama ayah dan ibunya itu berada di Banda Aceh kemarin, bahawa pemuda tersebut
adalah karib terdekat daripada Lela.
Tidak ada
tanggapan atawapun celaan apa apa, yang berarti orang tuanya sekilas,
menyetujuinya, akanpada hubungan mereka itu. Niscaya berbahagialah orang orang
yang tengah berbahagia. Hari hari berlalu dan berlalu, meninggalkan sekalian mereka
yang tidak mahu maju beriringan bersamanya.
Tiadalah
waktu waktu itu mahu memperdulikan sesuatu apa sahaja, siapa sahaja, ia akan
meninggalkan semua pemalas pemalas, akan dibiarkannya sahaja mereka mereka itu
yang tetap menunggu, yang tidak mahu tahu tentang kemajuan dunia ini.
Di hari, sekembalinya
Azis ke Banda Aceh, yangmana di sana kini adalah tempat bahaginya untuk menuntut
ilmu, sekembalinya ke Bandar Darussalam setelah masa libur lebaran tahun ini
usai, ia tidak lupa singgah di rumah Lela bahpun untuk sejenak waktu.
Pemuda
penyair ingin melihat akan kekasih hatinya sebelum kembali ke perantauan, setelah
bertemu, beberapa jam di situ, Azis pun berpamitan kepada Lelanya, meminta diri
untuk pergi kepada tantenya Lela dan juga kepada kakak tertua daripada ibu daranya
tersebut.
Di kala
waktu tante dan kakak tertua daripada ibunya, mereka berdua yang tengah
menemani dara kekasih pujaan, sedangkan ibu, ayah dan adik adiknya pergi ke
sekolah. Adalah Ayah dan Ibu dara itu, kedua duanya ialah pahlawan tanda jasa,
mereka itu guru daripada Madrasah di daerahnya tersebut.
Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda semua.
Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.
Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 21 Mey 2018.
0 Comments