Sebuah Novel; Elegi Berkasih di Bandar Darussalam {19}



Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai


Rumah Sakit
***

-{({ 75 })}-

Adalah sebuah puisi yang mewakilkan akanpada sekalian keinginan dan akanpada seribu satu milyar rasa yang tengah berkecamuk di dalam dirinya, adalah kerana daripada sebuah kemelut yang ada.

Yang kini sudah bersarang di dalam hatinya tak kala mengingat akanpada sekalian cita cita Lela, kekasih haramnya yang kini sudah berada jauh dari jangkauannya. Adapun akanpada puisi yang ditulis oleh pemuda penyair tersebut, dan ia memberi akan judul daripada puisinya itu dengan tema: Elegi Berkasih di Bandar Darussalam;

Tak kala berjauhan barulah terasa
barulah ada terlihat di mata
sangatlah terasa pada yang sudah menjadi kenangan

Cinta yang berelegi
adalah denganmu menginginkan perjumpaan, sayang!
Diri ini nak sekali bertatap muka

Menahan diri
aku sudah menahan segala hasrat yang ada di diri ini
dan engkau jua harus bersabar duhai pujaan

Elegi berkasih di bandar ini telah pun diberlakukan
rotasi, zaman berputar sebagaimana keabadian
kembali dan semua akan kembali

Bersabarlah, kasih
di dalam do’amu, do’aku kita bersatu
elegi berkasih di Bandar Darussalam ini niscaya akan berlalu

Pada-Nya pintakan semua
sungguh prasa ini susah diajak bercanda
setiap detik pada waktu perasaan ini tak menentu
dirimu terus terpikir olehku, Suci Lela

Tertanda, Azis Muhammad Zul.
Aceh, Bandar Darussalam, 20 November 2014.

Begitulah akanpada perasaan dengan sendirinya mencair ia ke dalam kata, akanpada pikiran yang kian terhumbalang. Sungguh membuat Azis selalu berpikiran, teringat akanpada daranya, Lela, Lela, Lela, Lela dan Lela yang selalu ada di benaknya.

-{({ 76 })}-

Dan ada beberapa lagi akanpada puisi puisi lainya, yang ditulis olehnya juga tercipta oleh kerana sabab akanpada kejadian yang tengah berlaku, ia tengah merasa rindu, Azis tengah sangat sangat merindui akan kekasih haramnya.

Adalah dengan mencurahkan akanpada semua prasa yang ada di dalam benaknya itu ke dalam kata kata, ialah untuk menenangkan perasaannya tersebut walaupun itu hanya akan, sejenak waktu sahaja bisa membuat dirinya merasa tenang. 

Bahpun demikian akan pemuda penyair masih sahaja tetap, ianya sering merenung dan termenung sendiri, terkadang. Namun dirinya sangat yakin bahawa dibalik semua kejadian ini akanlah ada hikmah yang sangat besar bahagi dirinya dan semua.

Adapun beberapa hari ke hadapan ini adalah libur panjang bertepatan dengan tibanya bulan ramadhan dan hari raya Idul Fitri tahun ini. Lela masihlah bergelut ia masih berjuang melawan sakitnya itu, adalah pasti pada hari raya nanti.

Akan dara yang kaki kirinya tengah patah tersebut tidak, belum bisa merayakan akan hari kemenangan bahagi sekalian ummat islam yangmana pada kemerdekaan itu diraih oleh ummat muslim setelah sebulan penuh berpuasa, berpuasa dari makan, minum, syahwat, emosi, tingkah laku dan lain sebagainya.

Adalah ummat islam sudah melewati, bisa melawan semua itu berhingga diperuntukkanlah untuk mereka sebuah kemenangan, iaitu A’idil Fitri, adalah hari kesucian. Bersihnya manusia dari noda noda dosanya itu, dari dosa di satu tahun yang lalu.

Yang namun Lela belumlah bisa merayakan hari kemenangan tersebut seperti dirinya merayakan akan hari itu di tahun tahun sebelumnya akan tetapi semua itu tidaklah menjadi persoalan, tidaklah mengapa kerana lebaran tahun hadapan pasti akan dirasai, di tahun hadapan niscaya ia bisa merayakannya lagi.

-{({ 77 })}-

Sepekan lagi masa di perantauan, sebelum lebaran, tapi terasa bagai setahun lamanya begitulah yang dirasa kini oleh pemuda penyuka sastra itu. Nakeuh, Azis sangat berkeinginan untuk bisa bersegera pulang ke kampung halaman adalah untuk menjenguk Lelanya.

Adapun kampung Azis yang berada di Bluka Teubai, kecamatan Dewantara, kabupaten Aceh Utara, kurang lebih satu jam masa akanpada perjalan dari rumahnya itu ke rumah daranya yang berada di kampung Raya Dagang, simpang empat Gle Kapai tersbeut.

Sehari sebelum hari mak meugang Lebaran Idul Fitri, Azis sudah berada di rumah orang tuanya di daerah pesisir tersebut. Suasana kampungnya masih begitu alami, akanpada udara segar setiap pagi masih bisa didapati.

Mereka mereka yang ingin menikmati udara segar pagi hari, niscaya selalu akan terlihat di tepi laut yang beriak, di tepi pantai yang di sana berjejeran indah di mana sekalian bot dan perahu jaring para nelayan terparkir rapi.

Di pagi hari hari biasa ada sahaja orang yang terlihat tengah jalan jalan di tepi laut kampung Bluka Teubai, apalagi di awal pagi hari libur, Sabtu dan Minggu. Adalah keramaian bak hari pekan di tepi pantai laut tersebut.  

Orang orang yang datang ke situ akanlah terlihat di tepi akan pantai yang ditumbuhi, dihiasi oleh pohon pohon cemara rindang, yang suara daunnya bak suara pesawat tempur tak kala tengah dihempas, ditiup oleh angin laut.

Rumah rumah penduduk terlihat asri selain ditumbuhi oleh bunga bunga yang sengaja disemai untuk mempercantik halaman rumah, juga ditumbuhi oleh pohon pandan baik di hadapan, kanan, kiri dan di areal belakang rumah mereka itu.

Adalah adanya, tumbuhnya pohon pohon pandan yang sudah bagaikan pagar yang melingkar, akan pagar yang sudah menjadi penghalang bahagi binatang ternak liar yang tak dijaga dan yang tak pernah diurus oleh pemiliknya.

Rumah rumah yang tersusun rapi, berselang satu tumpuk pohon pandan yang melingkari, barulah terlihat lagi akan rumah jiran di sampingnya tapi tidaklah berjauhan letak antara rumah yang satu dengan rumah jirannya.

-{({ 78 })}-

Terlihatlah mereka meraka itu berjalan jalan santai di awal pagi untuk menghirup udara segar. Pun selain untuk menghirup udara pagi, orang orang dan siapa sahaja yang datang menginap, tinggal beberapa hari di kampung Bluka Teubai, di rumah rumah saudaranya itu.

Mereka yang pendatang tersebut lebih suka lagi untuk jalan jalan pagi di tepi pantai, sekalian pendatang itu pastilah mereka akan jalan jalan di pagi hari sembari melihat lihat pemandangan yang sangat elok dipandang mata, setiap pendatang pasti melakukan itu.

Juga terlihat sekalian mereka mereka itu di jalan jalan kampung yang kiri dan kanan bahu jalan tersebut dikelilingi oleh pohon pohon kedondong pagar yang masih muda muda. Akanpada jalan di kampung Bluka Teubai itu banyak.

Siapa sahaja bisa lebih leluasa jika nak melihat lihat suasana kampung tersebut. Ditambah lagi akanpada jalan penghubung di tepi pantai bisa tembus ke jalan kampung tanpa harus memutar balik arah lagi, siapa sahaja yang mahu mengililingi kampung tersebut bisa sesukanya.   

Hari Kamis adalah lebaran pertama tahun ini, setelah Jumat di hari lebaran yang kedua, Azis Muhammad Zul pergi ke rumah Lela, berlebaran sekaligus menjenguk akan kekasih haramnya yang oleh kerana dara tersebut sangatlah dirinduinya.

Sesampai di rumah orang tua Lela, ia memberi salam dan bersalaman dengan ayah dan ibu daranya yang langsung mempersilahkan dirinya untuk masuk, seketika sahaja terlihatlah olehnya akan pujaan yang terduduk di atas pembaringannya.

Lagi, bergejolak akan rasa pilu, akanlah pada kesedihan rasa tersebut telah merasuki dirinya, lagi, menangis akan batinnya. Lagi dan lagi tersedu sedu akan jiwa yang ada di dalam raganya tersebut, kerana melihat akan penawar hatinya itu.

Hanya bisa terduduk sahaja di atas pembaringannya, sedemikianlah rupa. Dara, kekasih haramnya itu hanya terbungkus rapi oleh baju baru sahaja. Terduduk sopan, tapi kaku, terduduk manis tapi lesu, terduduk ianya yang namun dirinya itu pilu. Sangat, sangatlah sedih ianya itu, pasti.

-{({ 79 })}-

Secercah senyuman merekah di bibir daranya yang hanya bisa menetap di tempat duduknya sahaja, secarik kebahagian terlihat di wajahnya, bermekaran lagi sebuah senyumannya begitu indah menghiasi hari raya yang cerah.

Lela menyambut akan kekasih pengarah, yang sudah mengajarinya banyak hal di dalam hidupnya, lelaki yang datang dengan gagah, membawa rindu, membawa cinta, membawa bahagia dan membawa segala laksa peristiwa.

Azis ingin sekali menangis di kala waktu, setelah melihat sang pujaannya hanya bisa, terduduk manis sahaja di situ. Tiada bisa berjalan, belum boleh banyak bergerak, tiada bisa berbuat apa apa. Seakan iaitu sebuah boneka dari India yang dipakaikan baju sahaja, walau Lelanya telah menunggu akan kedatangannya itu dengan sebuah senyuman bahagia.

“Kiban (bagaimana).”

“Pu, kajet ta me en bola loem (apa, kita sudah bisa main bola lagi)?” Itulah kata kata pembuka yang ditujukan untuk Lela.

Dengan candaan sederhananya itu membuat daranya dan sekalian tetamu yang tengah berada di rumah tersebut tertawa, Azis memang suka bercanda apalagi dengan kekasihnya itu dan pemuda penyair tersebut pandai sekali menyimpan rasa. Yang namun, tetap terlihat akan sekalian keresahan di dalam hati lewat raut wajahnya.

“Sudahkah ada perubahan?” Azis bertanya lagi pada Lelanya.

“Alhamdulillah, sudah ada walaupun baru sedikit sahaja,” jawab dara itu

“Alhamdulillah.”

“Jika memang sudah agak membaik,” sekali lagi Azis mengulangi akan kata syukur yang sudah duluan diucapkan akan kata kata tersebut oleh daranya itu. Dan semua mereka pun larut dalam cerita.

-{({ 80 })}-

Selepas daripada kunjungannya di hari raya Idul Fitri itu mereka tetaplah sering, saling teleponan antara satu sama lainnya, dan sebelum kejadian itu berlaku keduanya juga sudah sering melakukan hal tersebut iaitu telepon teleponan.

Lela memberitahukan Azis bahawa ayah dan ibunya menanyakan perihal gerangan akan dirinya, kekasih haramnya itu pun langsung berterus terang kepada orang tuanya, bahwa Azis adalah kekasih hatinya. Walau memang kedua orang tuanya sudah dari dahulu , di awal kecelakaan sampai pada kejadian ia menginap di rumah sakit demi menjaga Lela di kala waktu.

Akan orang tuanya tersebut sudahlah mempunyai, berfirasat bahawa Azis adalah seorang yang sangat istimewa di mata anak daranya tersebut, ditambah lagi semasa mereka, selama ayah dan ibunya itu berada di Banda Aceh kemarin, bahawa pemuda tersebut adalah karib terdekat daripada Lela.

Tidak ada tanggapan atawapun celaan apa apa, yang berarti orang tuanya sekilas, menyetujuinya, akanpada hubungan mereka itu. Niscaya berbahagialah orang orang yang tengah berbahagia. Hari hari berlalu dan berlalu, meninggalkan sekalian mereka yang tidak mahu maju beriringan bersamanya.

Tiadalah waktu waktu itu mahu memperdulikan sesuatu apa sahaja, siapa sahaja, ia akan meninggalkan semua pemalas pemalas, akan dibiarkannya sahaja mereka mereka itu yang tetap menunggu, yang tidak mahu tahu tentang kemajuan dunia ini.

Di hari, sekembalinya Azis ke Banda Aceh, yangmana di sana kini adalah tempat bahaginya untuk menuntut ilmu, sekembalinya ke Bandar Darussalam setelah masa libur lebaran tahun ini usai, ia tidak lupa singgah di rumah Lela bahpun untuk sejenak waktu.

Pemuda penyair ingin melihat akan kekasih hatinya sebelum kembali ke perantauan, setelah bertemu, beberapa jam di situ, Azis pun berpamitan kepada Lelanya, meminta diri untuk pergi kepada tantenya Lela dan juga kepada kakak tertua daripada ibu daranya tersebut.

Di kala waktu tante dan kakak tertua daripada ibunya, mereka berdua yang tengah menemani dara kekasih pujaan, sedangkan ibu, ayah dan adik adiknya pergi ke sekolah. Adalah Ayah dan Ibu dara itu, kedua duanya ialah pahlawan tanda jasa, mereka itu guru daripada Madrasah di daerahnya tersebut.

Bersambung.....



Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda semua.

Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.

Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 21 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments