Sebuah Novel; Elegi Berkasih di Bandar Darussalam {15}


Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai


-{({ 58 })}-

Hal yang Tak Terduga
***

Azis merupakan salah seorang alumni ke 12 daripada dayah yang senantiasa mewajibkan sekalian santri santriahnya untuk berbicara menggunakan bahasa arab dan inggris di waktu waktu yang telah ditentukan di situ. 

Juga kerana kosan akan lelaki yang kuliah di Fakultas Adab, jurusan Sastra di UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh tersebut. Yang merupakan ibukota daripada provinsi negeri ini, kosannya itu masihlah di daerah Ulee Kareng, kira kira hanya memakan waktu tujuh menit dari kosannya itu ke kosan Lela begitu juga sebaliknya.

*****
“Abang, pulang ke kosannya bang Munawir di malam itu, ya?” Suci Lela yang tengah dalam dekapan suaminya itu, bertanya kepada lelaki sang pujaan hatinya.

“Iya.”

“Abang, pulang ke tempat bang Munawir malam itu.”

“Kan, supaya dekat untuk mengunjungi adek, apabila ada perlu,” Azis menjawab pertanyaan dari dara yang sekarang ini tengah didekapnya, tangannya mencolek manja akan hidung mancung perempuannya itu.

Ditambah dengan sebuah kecupan yang kembali mendarat di dahi sang istri. Mereka masih di atas balai bambu beratap rumbia yang lantainya terbuat daripada pohon pinang yang sudah dibelah belah dan telah dirapikan segi seginya.

Keduanya tengah mengulang cerita, akanpada kisah, elegi cinta diantara keduanya yangmana sekalian daripada elegi berkasih tersebut sudahlah dituliskan oleh sang suami yang suka menulis, kisah mereka itu sudahlah menjadi sebuah novel.

Akan pemuda penyuka sastra yang sekarang ini tengah bersamanya, sudah sah menjadi seorang kekasih yang halal, akanpada pemuda penyair itu telah pun menjadi rakan hidup di dunia nyatanya Suci Lela.

Pada cerita yang tengah dibaca oleh keduanya itu merupakan daripada sekalian kisah yang sudah terjadi semasa keduanya masih membina akanpada hubungan yang diharamkan di dalam agamanya. Di kala waktu mereka itu.

-{({ 60 })}- 

Mereka pun kembali mengulang akan sejarah hidup yang ada di dalam sebuah buku novel yang ditulis oleh suaminya itu, buku yang di lapiknya tertulis ‘Elegi Berkasih di Bandar Darussalam’ tersebut mempunyai nomor angka dua, nol dan nol daripada bilangan halamannya.

*****
 Di malam kejadian itu perkara, Azis memang sengaja tidak pulang ke kosannya, pemuda yang sudah suka menulis semenjak dari dirinya masih di sekolah menengah ke atas tersebut takut jikalau sahaja nantinya tiba tiba terjadi sesuatu, ada apa apa pada Lelanya.

Jika ia pulang ke kosannya akanlah membuat dirinya itu nanti bisa lama sampai di kosan daranya tersebut. Akanpada kosan pemuda yang sengaja pulang ke tempat Aray yang di malam kekasih haramnya ditimpa musibah adalah berada di kampung Rukoh, Darussalam.

Maka dari itu ia lebih memilih untuk pulang ke kosan Munawir Aray, jika di sana, dari kosan abang letingnya tersebut, ia bisa mudah, bisa bersegera untuk mencapai akan rumah Lela. Oleh kerana pada sabab daripada itu, Azis memilih bermalam di rumah Munawir Ibnu Marzuki.

Beribu milyar kesedihan berkecamuk, terpikir oleh si pemuda pada malam itu berhingga sampai di pagi harinya ia tidak bisa memejamkan matanya, hanya duduk merenung dan termenung sendiri. Rakannya  tidak menanyakan satu patah kata pun pada dirinya di malam itu.

Aray belum tahu bahawa Azis tengah dalam kemelut, duka lara, akan pemuda itu tengah sangat gundah, ia tengah sangat resah, terasa akanpada segala rasa yang ada di lubuk hatinya. Oleh sabab Lela, daranya itu mengalami kecelakaan.

Abang letingnya tersebut belumlah tahu akanpada persoalan yang tengah dialami oleh adik kelasnya di Misbahul Ulum dahulu, kerana juga pada dasarnya akan Azis adalah seorang yang jarang bisa tertidur di awal malam.

-{({ 61 })}-

Dirinya jarang sekali bisa tertidur awal di malam hari dan juga kebiasaannya merenung membuat rakan rakannya tidak lagi beranggapan aneh padanya jikalau ia belum merehatkan tubuh dan masih merenung.

Ia sering sekali melewati waktu tengah malam itu dengan merenung, semua hal suka direnunginya. Bukan pula kerana ia suka menulis maka suka merenung, bukan itu persoalannya. Yang namun duduk sendiri dan menghabiskan waktu tengah malam merupakan ketenangan bahaginya.

Pemuda tersebut takut jika sahaja tertidur, kerana bisa sahaja didatangi mimpi sedangkan untuk meraih cita cita di dalam kehidupan nyata haruslah melakukan setiap perbuatan dengan keadaan nyata pula. Bukan kerana dan sama sekali tak akan pernah sampai itu cita cita jika hanya ada di dalam mimpi sahaja.

Azis memiliki cita cita yang sangat besar di dalam hidupnya adalah ingin menjadi penulis terkenal. Yang oleh kerana nantinya ia akan bisa hidup selama lamanya sampai ribuan tahun, itulah keinginannya yang terbesar di dalam hidupnya, walau nanti hanya namanya sahaja yang masih ada, tertulis di berbagai buku cerita.

“Manusia tidak ada yang hidup kekal di dunia ini, siapapun ia bahkan di belahan dunia manapun itu, setidaknya jika pun saya sudah tidak berwujud lagi di kehidupan fana ini.”

“Adalah namaku yang tertinggal dan dikenang oleh semua masyarakat dunia,” Azis sangat berharap seperti itu.

Ia yang juga suka menulis puisi, cerpen cerpen, novel dan sebagainya adalah berharap supaya namanya itu bisa tinggal, berwujud selamanya di mata manusia bahpun mereka itu bukan lagi manusia yang hidup di zamannya.

Segelas kopi pastinya ditemani oleh sebungkus rokok, merokok itulah kebiasaan yang tidak bagus dari dirinya, dahulu. Seakan ia telah larut bersama kelamnya sang malam, pada sa’at sa’at seperti demikian. Buih buih asap terus senantiasa menghiasi bibir mulutnya.

-{({ 62 })}-

Sesekali akanpada rokok tersebut dihisapnya kuat kuat dan dihirupnya dalam dalam, adalah sedalam akan elegi yang tengah dialaminya. Kopi itu juga diseduhnya dengan kesedihan hati. Ia sangat sadar bahawa dalam kehidupan ini adalah hal hal yang tak terduga, terjadi begitu sahaja, kepada siapapun manusia.

Bagai tiada sahaja penghujung daripada apa yang tengah dipikirkannya. “Ini benar benar elegi, kerana sangat sangat terasa di diri!” Ia berguman. Seolah olah akanpada setiap kekhawatirannya pada hal hal yang tak terduga yang akan terjadi di dalam hidup manusia pada waktunya, adalah bola waktu yang sudah dipersiapkan, adanya dan kini tengah diperuntukkan untuk daranya.

Akan tetapi ia sangat yakin, bahkan haqqul yakinnya kepada Allah SWT, bahawa semua yang tengah terjadi ini adalah hikmah yang nyata, yang luar biasa di hadapannya, pasti, nantinya. Dan semuanya sudah pun diserahkan kepada Tuhan, Rabbi Ilahon Ghafur.

Suara azhan berkumandang menggema memecahkan kesunyian malam yang hampir menuai pagi, pertanda akanpada hari hari, akan kehidupan nak dimulai lagi setelah manusia semalaman akan ruhnya itu dipisahkan daripada tubuh kasarnya.

Sayup sayup seruan itu terdengar dari kejauhan, setelah azhan subuh selesai, ia bangun dari duduknya ke kamar mandi dan berwudhuk untuk melaksanakan kewajiban bahagi setiap pribadi masing masing insan.

Kerana semua yang hidup dan ada di dunia ini masih menyandang peredikat sebagai seorang hamba yang ber-Tuhan, tak lebih daripada itu. Maka pada setiap makhluk yang sudah diciptakan, apalagi yang namanya hamba itu haruslah mematuhi, melaksakan sekalian perintah Tuhannya.  

“Seorang manusia sejati, pastilah setiap sa’at di dalam hidupnya itu akan selalu memikirkan, teringat ianya akanpada tanggung jawab yang ada pada dirinya, yang sudah diwajibkan untuk seorang hamba,” Azis kembali berguman.

Dalam setiap do’a do’anya ia terus bermunajat kepada Allah SWT untuk menganungerahi akan kesembuhan yang lekas bahagi sang kekasih yang di kala waktu akan pujaan tersebut masihlah haram bahaginya itu.

Adalah sudah semustinya ia berdo’a untuk manusia lain, yang apalagi setiap muslim di dunia ini tak akan pernah salah jika saling, sama sama saling mendo’akan antara muslim untuk muslim yang lainnya dan juga untuk semuanya.

Bersambung.....



Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda semua.

Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membaca.

Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 15 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments