Sebuah Novel;
"Elegi
Berkasih di Bandar Darussalam"
Karya; Syukri Isa Bluka Teubai
-{({ 43 })}-
Hal yang Tak Terduga
***
“Drrrriiiiinnnnnnnnnggg,
dddddddrrring, driiiiiiiiiiiiiiiiiiinggggg,” Handphone Azis berbunyi.
Dua
kali nada dering Handphonenya berbunyi dan ia mengangkat akan telepon itu, dari
seberang terdengar suara Lela, akan kekasih tercinta nak memberitahukannya
bahawa nanti malam ia mahu mengambil tugas kuliah sama kakak leting kampusnya.
Kerana
tugas itu harus selesai dikerjakan oleh setiap mahasiswa dan mahasiswi di
jurusan keperawatan Abulyatama tersebut, yang mereka mereka itu satu ruang
kuliah dengannya. Adapun tugas kuliah yang mahu diambilnya itu, merupakan mata
kuliah semester hadapan bahaginya, pada haknya.
Namun
ia diperbolehkan untuk mengambil mata kuliah abang, kakak leting dan juga akan
berlaku bahagi sekalian mahasiswa dan mahasiswi yang kuliah di kampus mana
sahaja. Akanlah tak menjadi persoalan apabila ingin mengambil mata kuliah
tambahan seperti demikian.
Yang
namun akan KRS (kartu rencana study) setiap pelajar di kampus musti mencapai
target, adalah ketentuan tertentu yang sudah menjadi hak. Tugas yang mahu
diambil oleh Lela setelah magrib nanti harus siap dikerkajan pada malam itu
juga, kerana esoknya harus sudah dikumpul.
Dara
yang pemalu dan tidak pandai untuk memulai percakapan apabila berhadap hadapan,
tak kala bertemu dengan rakan rakannya apalagi dengan orang orang yang baru
dikenalnya itu. Adalah sudah menjadi kebiasaannya untuk memberitahukan sang lelaki
pilihan hatinya, Azis muhammad Zul, jika ianya nak bepergian ke mana mana
tempat.
Setelah
percakapan singkat antara keduanya melalui Hp, Azis menyempatkan diri untuk
membeli surat kabar yang pada sore hari Senin menjelang magrib itu, akan puisi karyanya
yang ia kirimkan ke kantor berita di beberapa hari lalu, sudahlah dimuat.
Ia
sudah punya rencana, nanti malam setelah pulang dari mengajar private di rumah
bu Amamah, dirinya mahu memberitahukan akan Lelanya pada kabar gembira, pada
kabar puisi yang dimaksud. Puisinya telah pun dimuat di surat kabar.
-{({ 44 })}-
“Begitulah, tak kala
waktunya sudah tiba, akanpada sebuah rasa bahagia terlukis indah di hati ini.”
“Dan puisi itu adalah
salah satu karyaku yang pertama sekali dimuat di surat kabar,” Azis menarik
nafas dalam dalam, kemudian merapatkan tubuh bahagian belakangnya ke sebuah
senderan yang ada di atas balai bambu beratap rumbia yang sudah dipermaknya.
Di
malam penantian yang mana malam tersebut adalah waktu untuk memperingati empat
tahun akan ikatan pernikahannya dengan Lela, yang beberapa jam lagi akan tiba.
Sekira jasadnya sudah pada senderan, ia melanjutkan lagi bacaannya;
Senin
malam, tanggal 14 September 2014. Ba’da magrib, ia pun telah berada di rumah bu
Amamah, tempat di mana dirinya mengajar private. Nakeuh, untuk mengajari akan
anak anak yang orang tuanya tidak punya waktu luang untuk mengajari anak
anaknya sendiri. Mereka pekerja.
Anak
anak yang tinggal dan menghabiskan akan masa kanak kanaknya sampai dengan masa
remaja di kampung, niscayalah berbeda mereka itu. Kerana anak anak yang tinggal
di kampung kampung, umumnya, semenjak dari kecilnya sudah dibekali dengan ilmu
agama yang munpuni.
Azis
mengajari akan anak anak dari mereka yang menyewa guru ngajar private, demi
tambahan bahagi uang jajannya dan itu merupakan kerja sampingannya. Banda Aceh
yang merupakan ibukota daripada provinsi negeri ini, juga di kota kota besar
lainnya pastilah ada, sudah pada umumnya menggunakan jasa guru private.
Pemuda
tersebut mengajari akan anak anak daripada bu Amamah, membaca Al-Qur’an
Al-Karim beserta makhraj dan tajwidnya, kitab kitab arab dan jawi seperti kitab
Masailal, Al-Alkhlaq juga beberapa kitab lainnya untuk kalangan pemula.
Ia pun
mengajari mereka bahasa Inggris, Arab, mukaddimah Pidato, Pidato/Ceramah,
kadang kadang juga ia mengejari akan anak anak tersebut tentang pelajaran
pengetahuan umum, dan lain sebagainya.
-{({ 45 })}-
Pemuda
penyuka sastra itu pun, sering sekali memberitahukan mereka, anak anak yang pernah
diajarinya dan siapa sahaja daripada sekalian anak anak muda yang berjumpa,
sudah pernah bercakap cakap dengannya supaya sekaliannya itu janganlah sekali
kali malas membaca dan membaca.
“Drrrrreeeeeeeeeerrtttt.”
Handphone
Azis bergetar, Lela rupanya. Dara itu menghubungi dirinya adalah untuk
memberitahukan akan pemuda tersebut bahawasanya ia akan bersegera pergi untuk
mengambil tugas kuliah sama kakak leting kampusnya.
Setelah
beberapa menit berlalu, tak pun sampai sepuluh menit dari masa sesudah perempuan
berkulit putih itu menghubungi akan pemuda yang pada waktu tengah mengajari
anak anak bu Amamah membaca Al-Qur’an Al-Karim.
“Dddddrrreeeeeeeeeeeettt,
ddddrrreeeeeeeeeeetttt, ddddddddrrreeett.” Tiba tiba alat penghubung di zaman
modern ini yang alat tersebut berada di dalam saku celananya bergetar.
Terlihat
nama Lela tertulis dilayar Handphonenya, antara mahu menjawab panggilan itu
atawa tidak, kerana ia tengah membaca Al-Qur’an bersama Mulia dan Riski. Mereka
tengah membaca akan ayat ayat suci yang tertulis rapi di dalam mushaf tersebut
bersama sama.
Namun
terus terngiang di pikirannya tentang panggilan itu, lagipun ia tak begitu
fukos lagi dalam membaca Al-Qur’an yang terletak di atas kayu hias terbentang,
tepat berada di hadapannya. Beberapa detik kemudian, tak kala handphonenya
sudah bergetar beberapa kali di dalam saku celananya.
Ia pun
menjawab akan panggilan telepon dari dara yang amat disayanginya tersebut.
Namun beberapa sa’at belum juga terdengar suara Lela dari seberang sana, di
kala waktu akan Azis tidak punya firasat apa apa.
Walaupun
Lela belum berkata kata dan meneleponnya secara tiba tiba sahaja, kerana kurang
lebih sepuluh menit sebelumnya akan perempuan berkulit putih yang tengah pergi
untuk mengambil tugas kuliah sudahlah meneleponnya.
-{({ 46 })}-
“Bang, adek
kecelakaan!”
“Adek, ditabrak orang,
bang!” Suara Lela dari seberang telepon terdengar irih, sedikit agak bergetar
akanpada suara tersebut sesa’at dara itu memberitahukan Azis atas apa yang
sudah berlaku, pada apa yang tengah dialaminya, adalah perihal kecelakaannya.
Sejenak,
seakan hilanglah akalnya di dalam pikiran, semua kegundahan yang ada di dalam
hati pemuda yang baru sahaja mendengar berita akan kekasih tercintanya tengah
kecelakaan, segala keresahan itu hadir bertumpuk menjadi bahagian daripada
penghias akan warna dan raut di muka, wajahnya lesu.
Dipenuhi
harap dalam tanya, tapi kepada siapa ia harus bertanya tanya. Sejenak pemuda
itu seperti lupa pada sekalian rasa yang ada di dalam diri setiap manusia,
sedangkan Lelanya sudah beberapa kali memanggil manggil namanya.
“Iya, iya, adek
bagaimana kedaannya?”
“Ada, luka?”
“Sekarang ini, adek di
mana?” Azis baru bisa bertanya!
Pertanyaan
itu keluar dari mulutnya setelah beberapa sa’at dirinya tak bisa mengontrol akanpada
kendali yang ada di pikirannya. Lela pun memberitahukan di mana tempat
kejadian. Tak ditunggu lama akan pemuda yang tengah mengajar itu seketika
meminta pamit pada anak anak yang tengah diajarinya dan bergegas pergi ke
tempat kejadian perkara.
Di
jalan dalam perjalanannya, terbayang olehnya bermacam macam bayangan, apalah
akanpada kendala. Terpikir selalu akan bagaimanakah gerangan, perihal sang
kekasih hatinya, sedikit sekali kelegaan yang bisa mewakili dirinya.
Walaupun
tadi Lela sendiri yang memberitahukan akanpada hal kejadian, bukan orang lain.
Berhingga dalam asumsinya, pribadi hati kecilnya berpendapat, bahawa sang
pujaan tidak begitu luka parah dalam kecelakaan tersebut.
Bahpun
demikian, ia tetap, pemuda itu masih juga merasa was was di hatinya kerana
belum melihat dara yang tengah kecelakaan, kerana juga belum menjumpai, berjumpa
ianya dengan kekasih haramnya, Suci Lela.
Bersambung.....
Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini berkenan di hati anda.
Terimakasih untuk anda yang sudah mahu membacanya.
Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.
Banda Aceh, 12 Mey 2018.
0 Comments