Sebuah Novel; Elegi Bekasih di Bandar Darussalam {6}



Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai

-{({ 22 })}-

Balai Bambu Beratap Rumbia
***


Begitu juga jika ada hal hal yang memang harus segera diselesaikan pada waktunya, di luar rumah, barulah ia pergi keluar daripada kediaman, daripada syurga dunianya tersebut. Akan istri dan anak anaknya, mereka itu juga jarang jarang keluar daripada batas hunian sementaranya di dunia ini.

Adalah rumah, akan syurga ad-dunya yang ditamsilkan dalam umpama yang sering disebut sebut dengan tempat berteduh sahaja di alam fana ini, sebahagian, bahagi sebahagian manusia akan rumah diumpakan juga dengan al-jannah, adalah baitii jannatii; rumahku adalah syurgaku’.

Balai bambu beratap rumbia yang lantainya terbuat daripada pohon pinang yang sudah dibelah belah dan sudah dirapikan segi seginya itu, merupakan tempat bahaginya tak kala mahu menulis dan bersantai bersama istri dan anak anak tercinta.

Akan balai beratap rumbia itu juga sebagai tempat untuk menerima rakan rakannya yang datang bersilaturrahmi. Makan tersebut sudah dipermak sebagaimana diperlunya, sudah dibuat seperti yang diinginkan oleh kehendak naluri seni yang ada di dalam dirinya.

Di atas sana terdapat sebuah meja kecil untuk menaruh alat tulis moden seperti laptop, lampu pencahaya, beserta dua buah colokan arus listrik dan siapa sahaja yang melihat akan balai itu, pastilah mereka ingin berada di atasnya.

Walau hanya untuk sejenak waktu dan barang pasti jika siapa sahaja yang sudah berada di atas balai tersebut mereka mereka itu akan enggan untuk turun dan beranjak dari sana bahpun untuk selangkah sahaja.

Itulah akan hal kejadian yang berlaku, dilakukan oleh Mahlil, yang ia merupakan anak daripada adik lelaki ibunya sang pemuda penyuka sastra tersebut, sudah empat tahun pula Mahlil tinggal bersamanya di ibu kota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Mahlil Putra sudah seperti kutu lantai balai itu, ia sangat suka berebahan di sana, jika tidak tengah bekerja. Dan bukan hanya seorang Mahli sahaja, akan anak lajang yang tinggal bersama di kediaman Azis, adalah empat orang lagi yang mereka itu masih muda muda dan tinggal bersama di rumah sang lelaki yang suka menulis. 

-{({ 23 })}-


Adalah diri dari si penyuka sastra itu, Azis Bin Muhammad Zul Bin Muhammad Isa. Untuk mereka yang masih lajang lajang tersebut sudah disediakan akannya kamar khusus, berada dan berjarak beberapa meter sahaja dari hadapan rumah utama.

Pemuda pemuda yang belum pada waktunya untuk berumah tangga yang tersebut itu, adalah semua dari mereka sudah memiliki akan pekerjaan, pengisi akan waktu senggang bahagi masing masingnya.

Tiga dari mereka bahkan sudah sarjana, sudah pun mempunyai pekerjaan tetap di ibukota provinsi nanggroe ini dan dua orang lagi yang satunya termasuk Mahlil, mereka masih kuliah di kampus UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.

Balai bambu beratap rumbia tersebut adalah tempat lain daripada bilik khusus yang ada di dalam istana dunianya itu, di mana sang pujangga melakukan aktifitas sehari harinya sebagai penulis. Satu tempat untuknya menulis berada di alam terbuka dan satu lagi tertutup.

Ia memiliki tempat yang berbeda untuk mencurahkan segala isi pikirannya ke dalam lembar lembar microsoft word, adalah salah satunya dari tempat khusus itu akan balai bambu yang masih di dalam pekarangan huniannya.

Pemuda itu masih berada di atas balai beratap daun rumbia yang lantainya terbuat daripada pohon pinang yang sudah dibelah belah dan sudah dirapikan segi seginya, ia masih duduk sendiri di atas balai tersebut di malam yang semakin gelap, di malam Kamis yang tak berbintang.

Siapa sahaja boleh singgah dan bersantai di sana, tak terkecuali. Akan tetapi pada satu tempat lagi yang ada di dalam rumahnya itu, hanya Mahlil seorang yang berani keluar masuk ke dalam sana. Walaupun ada beberapa dari keponakannya yang lain yang mereka mereka itu tinggal bersama di rumahnya.

Adalah balai bambu merupakan tempat ke dua bahaginya untuk melakukan pekerjaan menulis, maka daripadanya akan balai tersebut sudahlah dibuat sebagaimana mustinya. Hanya di dua tempat itu sahaja ia sering menulis berbagai macam ragam tulisan.

-{({ 24 })}-


Maka akan balai berlantai pohon pinang yang sudah dibelah belah dan telah dirapikan segi seginya itu, yang pondasinya terbuat dari beton itulah tempat kedua bahaginya untuk melakukan aktifitas menulisnya. Pekerjaan penulis itu mulai ditekuninya setelah ia menikah di empat tahun yang lalu.

Azis sudah memilih fokus untuk bekerja sebagai tukang tulis sahaja. Ia tidak suka menjadi pegawai negeri sipil (PNS) yang menurutnya, akan kehidupan itu diatur atur oleh waktu, adalah kerana ia tidak suka seperti itu, hidup diatur atur oleh waktu.

Walau dahulu ibunya sangat berharap akan ia nantinya bisa menjadi seorang pegawai negeri sipil tak kala sudah mendapatkan gelar sarjana. Namun oleh kerana, menurutnya akan waktu itu juga kehidupan, maka diri setiap manusialah yang harus mengatur kehidupannya sendiri.

Bersabablah daripada itu semua Azis lebih memilih untuk mengatur akan waktu waktu tersebut olehnya sendiri, bukan sebaliknya, waktu waktu itu yang mengatur dirinya, lelaki tersebut tidak suka pada yang demikian.

Memang pada dasarnya orang tua dari lelaki penyuka sastra itu, dahulu, pernah menaruh harapan besar pada dirinya, bahwa suatu sa’at nanti apabila ia sudah selesai kuliah mustilah ianya menjadi seorang pegawai negeri sipil (PNS).

Kerana orang tuanya, terutama ibunya berasumsi bahawa pegawai negeri sipil itu hidupnya enak, setiap bulan ada gaji, pastilah ada gajinya. Jika dipikir pikir betul juga apa yang dikatakan oleh ibunya tersebut, oleh kerana pada, umumnya perempuan lebih suka pada yang pasti pasti sahaja.

“Lihat kakak kakakmu, hidup mereka, kan sudah enak, sudah pegawai negeri.”

“Maka kamu juga harus seperti mereka,” begitulah ujar ibunya kepada Azis di beberapa tahun yang lalu, namun sampai sekarang akan kata kata dari perempuan yang sudah melahirkan dirinya ke dunia ini masih sahaja bahkan sangat sangat melekat di dalam ruang ingatannya. Walau sudah bertahun tahun lamanya akan kata kata tersebut dikatakan oleh ibunya kepada dirinya.

-{({ 25 })}-


Adapun, kerana selain daripada fokus menulis di rumah, Aziz mempunyai usaha lain di luar sana, memang menulis adalah pekerjaan utamanya. Akan suami Suci Laila tersebut memiliki dua muka kedai pangkas rambut.

Yang setoran daripada kedai dua muka itu berjumlah tiga ratus lima puluh ribu rupiah per-sehari, maka dengan kerana adanya penghasilan rutin daripada itu, ia bisa dan lebih memilih untuk menghabiskan akan waktu waktunya bersama keluarga tercinta.

Ia lebih memilih untuk bekerja sebagai penulis sahaja di rumahnya. Juga oleh kerana begitulah tekadnya, akanpada keinginannya dari dahulu, sebelum ia menikah bahkan semenjak dari sekolah menengah ke atas akan pemuda tersebut sudah bertekad demikian.

Dan akanpada setiap kegiatan hari harinya, di rumah, adalah setelah shalat shubuh, tak lupa membaca satu atawa dua ayat dari Al-Qur’anul Karim, demi memelihara penglihatan matanya daripada rabun, kerana sekarang ini dirinya sudah saban hari menulis.

Ia juga beralasan bahawa membaca kitab suci tersebut adalah sebagai terapi bahagi mata, otak dan ingatan, juga oleh kerana selalu melihat buku buku bacaan, layar laptop dan surat kabar. Maka daripada itu semua, dirinya selalu membaca Al-Qur’an.

Mencandai akan ke dua si buah hati, jalan jalan pagi di kawasan seputaran rumahnya bersama kedua anak anaknya, sesekali dibarengi oleh Lela istrinya. Yang kegiatan seperti itu sudah bertahun tahun juga ia lakukan.

Sampai sampai tetangga di sekeliling rumahnya sudah sangat sangat tahu akanpada kebiasaannya yang suka membawa jalan jalan anak anaknya, mereka sudah sangat kenal akanpada dirinya yang mempunyai kebiasaan begitu, berhingga mereka juga kenal baik dengan kedua anak anaknya adalah Muhammad Al Asykari dan Muhammad Al Asyi.

Satu Mushalla kecil yang berada di deretan balee menulis, terkadang dipakai oleh Azis untuk melakukan shalat berjama’ah, bersama semua mereka yang ada di dalam pekarang pagar rumahnya. Kerana akan Meunasah terbilang sedikit jauh daripada huniannya tersebut.

Bersambung.....



Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini, berkenan di hati anda semuanya. 


Terimakasih untuk yang sudah mahu membacanya! 


Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai. 
Banda Aceh, 10 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments