Sebuah Novel; Elegi Berkasih di Bandar Darussalam {1}



Sebuah Novel;

"Elegi Berkasih di Bandar Darussalam"

Karya; Syukri Isa Bluka Teubai




-{({ 1 })}-

Awal Bermula Daripada Pertemuan
***


Lama sudah akan sebuah perkenalan itu terjadi, meskipun sebelum sebelumnya Azis sudah pernah kenal ianya dengan Lela, walau hanya dahulu itu berkenalan dan sudah saling sapa lewat short messege service (sms), tepatnya mereka itu sudah berkenalan lewat udara, walau hanya melalui sms sahaja.

Bahpun demikian yang namun mereka itu pernah bernaung di satu tempat yang sama. Wajah wajah itu terkadang masih remang remang di dalam imajinasi, belum pernah bertemu muka, apalagi untuk bercakap cakap walau hanya dalam satu patah kata sahaja secara berhadap hadapan muka, keduanya sekalipun belum pernah bertemunya empat mata.

Memang dahulu itu keduanya pernah berada dalam satu naungan yang sama tapi tak pernah bertegur dalam sapa walau pada dasarnya dahulu itu pernah bersama di tempat yang nyata, apalagi nak berkata untuk sebuah kalimat ‘saya sayang dinda’.

Yang namun akan hubungan cinta antara keduanya, kini sudah terbina, bisa dikatakan akan jalinan tersebut sudah terikat dalam sekejap penglihatan, bahpun dahulunya memang sama sama belum pernah bertatap akan empat mata itu apalagi untuk jalan jalan antara satu sama lainnya, secara nyata adalah di alam terbuka bukan di dunia maya.

“Akan pemuda kampung yang bernama Azis Muhammad Zul itu, kini tengah membatin sendiri. Ia pasti tengah mengingat akanpada perkenalan dirinya dahulu dengan seorang dara yang sekarang perempuan tersebut sudah menjadi mantan kekasih haramnya, yang sekarang dara itu sudahlah ia menjadi akan kekasih halal bahaginya.”

“Hehe, ia adalah seorang pemuda kampung asalnya dari pesisir kecamatan Dewantara, kampungnya bernama, Bluka Teubai. Bluka berasal dari kata belukar, bahasa melayu, yang bermakna hutan belukar. Teubai itu bahasa aceh, yang berarti lebat atawa tebal!”

“Tapi, ma’af ma’af lah, ya? Ia bukan seorang yang kampungan. Pemuda tersebut, rakan rakan tahu tidak, siapa ia? Ia itu adalah diriku, sayalah pemuda yang berasal dari kampung Bluka Teubai itu,” guman Aziz tak kala tengah membaca awal daripada akan kisah cinta yang tertulis di dalam novel pertamanya tersebut di malam Kamis yang tiada ditemani bintang apalagi bulan. 

-{({ 2 })}-

Ia tengah membaca ceritanya sendiri, akan cerita yang ia tuliskan di dalam novel pertamanya tersebut. Akan pemeran utamanya adalah ‘Azis Muhammad Zul’, yang tidak lain adalah dirinya sendiri, ia tidak menamai akan pemuda, akan tokoh utama di dalam cerita itu dengan nama samaran.


Biasanya, setiap penulis, baik itu penulis cerpen mahupun novel akanlah menamai akan tokoh utama di dalam kisah kisahnya itu dengan nama orang lain atawa dinamai dengan nama siapa sahaja yang dikehendaki oleh si penulis itu sendiri.

Yang namun Azis tidak menukar lagi akanpada nama dari tokoh utama dengan nama orang lain, entah kerana apa! Pada halnya sekalian kisah yang diceritakan di dalam novel ‘Elegi Berkasih di Bandar Darussalam’-nya itu merupakan bahagian daripada cerita hidupnya di alam nyata ini.    

Pada dasarnya sebelum semuanya terjadi, memang dahulu Aziz dan Lela sama sama pernah bersekolah di sebuah Dayah modern, saban mereka itu melanjutkan belajarnya di sana setelah lulus daripada Sekolah Dasar di kampung masing masingnya, sama sama enam tahun di dayah modern tersebut.

Akan tetapi tahun selesainya berbeda. Empat sanah berselang pada masa, antara tahun 2009 dengan 2012. Azis tamat pada tahun dua ribu sembilan dan Lela baru selesai di tahun dua ribu dua belas. Akan pemuda kampung tersebut, empat tahun lebih dahulu selesai daripada dara yang kini sudah menjadi ibu dari anak anaknya.  

Kerana keduanya itu bukan seangkatan atawa tidaklah seleting akan keduanya di dayah modern tersebut, dan hanya berbekal nomor Handphone (Hp) sahaja, di kala waktu. Adalah awal terjadinya akan komunikasi antara abang leting dengan adek leting yang mereka itu satu ma’had, adalah berbekal daripada nomor telepon.

Perkenalan antara keduanya itu pun terjadi sesudah dua tahun akan Aziz tamat dari dayah yang mewajibkan sekalian santri santriahnya untuk berbahasa Arab dan Inggris di pekan pekan yang sudah terjadwal, jika misalnya di dua pekan pada awal bulan menggunakan bahasa arab, berarti di dua pekan selanjutnya menggunakan bahasa inggris dan begitulah seterusnya.

-{({ 3 })}-

Nomor seluler bisa ada pada pemuda tersebut itu pun oleh kerana diberikan sepupunya, yangmana Sri Jum’at merupakan anak daripada adik lelaki ibu Azis. Yahsan, adalah sapaan Azis dan segenap keluarga besar mereka untuk memanggil akan ayah si Sri Jum’at, si dara sepupunya tersebut.

Perempuan yang lahir di malam Jum’at itulah yang seangkatan dengan Lela maka dariitu, dari si dara yang ia merupakan anak pertama di dalam keluarganya. Dari dara yang lahir di malam Jum’at  tersebut, darinyalah akan Azis memperoleh kontak hp Suci Lela.

Suci Lela dan Sri Jum’at, mereka itu sama sama masuk ke Misbahul Ulum di tahun yang sama iaitu pada tahun 2006. Mereka itu sudahlah sama sama melewati akanpada setiap hal, pahit-manisnya dunia pesantren, adakala dalam hal menuntut ilmu, tinggal sebilik, sekaligus saban mereka itu melewati, menghabiskan masa masa remajanya di Dayah Modern Misbahul Ulum, Paloh, Lhokseumawe.

Tak kala negeri aceh belum berdamai dengan RI, adalah kampung Paloh itu termasuk daripada salah satu tempat basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kerana juga akan Paya Cot Trieng yang merupakan salah satu tempat persembunyian gerakan aceh merdeka.

Yang juga tempat itu siang malam dibom-bardir oleh tentara republik, di masa Darurat Militer melanda Aceh, tak kala nota kesepahaman, sebelum MoU ditanda tangani pada tanggal 25 Agustus 2005 antara Gam dan RI di Helsinki terjadi. Adalah Paya Cot Trieng tersebut hanya berjarak beberapa ratus meter sahaja dari dayah tempat mereka menghabiskan masa masa remajanya.

Sebelum Azis Muhammad Zul dan Suci Lela mempunyai akan hubungan khusus, akan jalinan cinta antara keduanya di kala waktu, akanpada hubungan lewat udara itu pernah terhenti, tak kala nomor Hp dara yang empat tahun berbeda umur dengannya itu tidak bisa dihubungi lagi.

Nomor seluler yang ada pada pemuda kampung Bluka Teubai, yang ia juga, sama, sudah pernah merasakan akan bagimana kehidupan santri, akan Azis yang juga sudah pernah merasakan akan bagaimana suka-duka menjadi anak pesantren. 

-{({ 4 })}-

Nakeuh, nomor  handphone yang ada padanya itu tiada aktif lagi. Dan barulah pertama kali diketahui olehnya akanpada perihal kontak dara tersebut tidak bisa dihubungi lagi setelah pemuda penyuka sastra  itu beberapa kali sudah mengirim pesan singkat kepada Lela namun tidak pernah terkirim lagi, adapaun pemberitahuan dari pihak Telkomsel yang dikirim ke kotak masuk pesan; “Pesan yang anda kirim gagal.”  

Lalu diteleponlah akan nomornya dara tersebut. Akan jawaban yang sama dari pihak telkomsel pun didapati; “Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi atau berada di luar jangkauan. Mohon periksa kembali nomor tujuan anda.”

Begitulah bunyi akan pemberitahuan daripada pihak operator yang memberitahukan dirinya pada sa’at ia menghubungi Lela, dan pasti siapa sahaja yang menghubungi seseorang jika panggilan teleponnya tidak masuk pada sa’at dihubungi, akanlah sama halnya pada jawaban, yang oleh kerana memang sudah begitunya diprogram oleh pemilik perusahaan celluler di seluruh dunia ini.

Beberapa hari berhingga sampai sepekan masa akan pemuda itu berturut turut, ia masih sahaja menghubungi akan nomor Lela, namun tidak juga bisa terhubung. Ia pun tidak lagi meminta akan nomor baru si perempuan yang berasal dari Matang Glumpang Dua itu kepada Sri Jum’at, akan saudara supupunya. Dara yang seleting ianya dengan Suci Lela.

 Pemuda itu tidak sekalipun pernah menyangka, bahpun di dalam mimpinya sahaja tidak pernah ada akan kisah asmaranya dengan Lela bisa menjadi sebuah novel seperti sekarang ini, yang tengah berada di tangannya, yang tengah dibaca olehnya sekarang ini.

“Adakah saya tengah bermimpi?” Aziz kembali berguman sendiri di atas Balai bambu beratap rumbia yang lantainya terbuat dari pohon pinang yang sudah dibelah belah dan telah dirapikan segi seginya, pada sa’at itu sekaligus ia mencubit akan kulit di tangan sebelah kirinya dengan menggunakan jari jemari tangan kanannya.

“Aduh, sakit,” terasa sekali akan keperihan di tangan kirinya, begitu pula dengan pembalut akan jasad yang berada di tempat itu, memerah, berwarna sudah akan kulit tangannya itu setelah dicubit tadi.

Bersambung...... 





Nantikan kisah selanjutnya, semoga novel pertama saya ini, berkenan di hati anda semuanya. 


Terimakasih untuk yang sudah mahu membacanya!



Hormat Saya; Syukri Isa Bluka Teubai.

Banda Aceh, 03 Mey 2018.

Post a Comment

0 Comments