Karya; Syukri Isa Bluka Teubai
Ke
mana pergimu wahai saudara sahabatku
lelah
sudah mencarimu
ke
mana mana dicari tetapi dirimu
tidak ditemui
ke
mana lagi kami harus pergi
laut
yang luas berhari hari sudah dijelajahi
demi
mencarimu yang sampai sekarang belum kunjung kembali
Sebenarnya
di manakah dirimu?
Kenapa
suka sekali membuat sensasi
padahal
dirimu bukanlah siapa siapa
terdengar
kabar bahawa kamu dihabisi dengan pisau belati
engkau
ditusuk tepat di ulu hati
tubuhmu
diikat batu dan dibuang di tengah laut, benarkah begitu?
di
tempat aku, kamu dan mereka mencari sesuap nasi
jikalau memang engkau berada di situ, kenapa tidak
pernah tunjukkan diri
ini
aku rakanmu bukan musuhmu
Aku
yang selalu bersamamu
tempat
engkau mengadukan cerita kesahmu
baik
tentang cinta yang tengah menderu deru qalbu
akan
perasaan perasaan jenaka
dan
semua tentangmu, ini aku Syukri, rakanmu
Di
hari Rabu, beberapa tahun yang sudah berlalu engkau pergi melaut
sangat
terasa pilu menyelimutiku setelah aku tahu tentang kabarmu
air
mata terus bercucuran bagaikan ada kran di situ
terus
air air itu mengalir sampai tidak sadarkan diri
seperti
bermimpi tetapi bukan, ini benar terjadi
Seiring,
tujuh malam lampu lampu di rumahmu tidak pernah padam
dan
akupun di situ kala terucap namamu di mulut mereka
bagai
tertancap di hatiku lembing berbisa
terucap
lagi dan tertusuk lagi terucap lagi dan tertusuk lagi
aku
tidak tahan mendengar semua itu
padahal
minggu kemarin kita masih bersama sama
aku
masih sangat mengingat itu
Rokokku
habis dan meminta satu batang darimu
banyak
sekali ceritamu dan engkau menceritakan tentang semuanya
semua
yang berkaitan denganmu aku mengangguk angguk bisu
aku
sangat sedih ketika kau bercerita
bahwa
adik perempuan semata wayangmu itu mahu kau sekolahkan ke luar negeri
mahu
kau sekolahkan ia di tanahnya Elizabeth
Katamu;
“Walaupun aku tak bisa membaca dan hanya lulus pada Sekolah Dasar sahaja tapi
cita citaku ada, tinggi setinggi bintang bintang di langit sana, maka dariitu
aku menginginkan ia untuk kusekolahkan di Negeri luar,”
Dan
lagi yang membuatku seakan mau ikut mati denganmu
ketika
engkau menyumpahiku untuk melanjutkan cita cita itu, apabila
engkau telah
tiada,
kau berkata padaku, untukku kau bersumpah; “Jagalah adik perempuan semata
wayangku wujudkan cita citanya itu, maka berbahagialah aku jikalau aku telah
tiada kelak,”
Sepertinya
engkau telah tahu tentang kematianmu
sehingga
dengan beraninya engkau menyumpahiku
aku
tahu ayahmu sedang sakit sakitan
beberapa
bulan sudah tidak bisa makan, aku tahu itu
teganya
engkau menyumpahiku begitu
seperti
aku bukan rakanmu seperti aku tidak mengerti keadaan keluargamu
seperti
aku tidak pernah sekali pun ke rumahmu
teganya
engkau padaku
Aku
tahu perihal keluargamu
sering
sekali aku ke rumahmu bahkan pondok bambu itu bagaikan sudah menjadi milikku
aku
paham keluh kesah keluargamu
aku
mengerti itu dan teganya engkau membuatku selalu menangis
selalu
aku menangis, selalu aku meneteskan air mata ini
Tiadalah
hari hari bahagiku apabila tidak ada air yang membasahi mata
seperti
itu memang sudah ketentuan
aku
sadar memang itu ketentuan bagiku dan bagimu
canda
tawamu selalu bermain di mata, terus terkenang tak bisa dihilangkan oleh
manusia atawapun masa walau bagimanapun
itu
Rakanku,
engkau telah pergi untuk selama lamanya dan tak akan pernah kembali lagi ke
dunia yang fana ini
do’aku
dan sekalian do’a selalu kan menyertaimu
Banda Aceh, 5 Mei 2013
Syukri Isa Bluka Teubai, penyuka sastra.
0 Comments