Nisan Diraja Di Zaman Manisia


Foto; Batu Nisan Di Makam Raja Raja, Gampong Pande.@Syukri Isa Bluka Teubai


Nisan Diraja Di Zaman Manisia
Karya: Syukri Isa Bluka Teubai

Ratusan tahun yang lalu di bandar itu
engkau berdiri dengan kemegahanmu 
Dar-Assalam saksi bisu 
semenanjung rerumpun melayu 
sumatra membatu 
ratusan tahun berlalu 
kini di masaku dan kita masih jua bertemu 
di hadapan gerbang istanamu kini aku berdiri 

"Assalamu'alaikum," 
"Assalamu'alaikum," 
"Assalamu'alaikum," 

di hadapan gerbang itu tiga kali kuucapkan salam 
namun tak ada jawaban 
tak kudapati seorang pengawalpun di sana 
gerbang itu kulihat terbuka 
belukar melebat taman taman tak lagi terurus 
kolamnya sangat kotor airnya berwarna kulit melon tua 
penglihatanku mendapati itu 
akupun memberanikan diri 
terus melangkah menuju puri 
tepat di serambinya aku berdiri 
dan salam kembali kuberi 

"Assalamu'alaikum, daulat tuanku. Mohon ampun; 
hamba telah lancang memasuki singgasana ini," 

lama aku menanti akan jawaban dari dalam istana 
namun kembali tak bermakna 
kerana pun tak ada sahutannya 
dengan rasa yang terpatri berdasarlah dari elegi di diri 
kembali aku menyapanya 

"Assalamu'alaikum ya ahlul bait," 

langkahku terhenti singgasana itu kosong 
hanya kudapati batu batu tua tidak ada yang menjaga 
batu batu itu sudah terkikis oleh masa 
tertanam lumpur rebah begitu sahaja
Ratusan tahun pernah berjaya 
engkau pernah ada 
engkau bukan dongeng seperti yang dikarang oleh mereka mereka 
bukan 
adamu nyata 
di kala waktu pernah berkuasa bahkan melawan dunia 
menaklukkan mereka 
mereka yang ingin 
mulanya meminta untuk berteduh di serambi 
kemudian merebut untuk menguasai 
ingin mengusai Dar-Assalam kita 
mereka orang orang celaka
sampai datangnya yauma la tunsa

Ratusan tahun di masa itu 
bandar kita sangat meusyehu 
namun hanya di masa sahaja 
bahpun begitu sampai sekarang kami masih bangga 
mengelu elukan kemegahanmu 
menceritakan kegemilanganmu sembari duduk di kedai kopi 
menggoyang goyangkan kaki 
kami bangga 
heh 
tapi jangan sekali kali engkau bertanya kepada kami 
perihal makammu kini
jangan 
kami tidak ada waktu untuk itu 

"Aku pun, baru kali ini melangkahkan kakiku 
ke tempatmu yang tidak terurus itu, baru kali
ini,"

Tuhan 
ampunilah dosaku 
ampunilah kelalaianku 
tuhan aku malu 
aku merasa seperti bukan seorang manusia 
yang telah Engkau ciptakan dengan sebaik
rupa 
aku tak tahu siapa diriku ini 
tuhan aku malu tak kala kupandangi tempat itu 
tak kala menziarahi makam makamnya
kerana; 

"tuhan, Allahurabbiii,"
"Allahummaghfirliii,"
"Allahummaghfirliii,"
"Allahummaghfirliii."
"Waghfirlahum, warham hum, wa'afihim wa'fu'an hum."

Aku tersadar yang tengah kudatangi bukanlah istana

Ratusan tahun berlalu 
dan kita masih bisa berjumpa 
walau hanya 
walau batu batu tua 
segenap puji akan syukur kepada Allah 
oleh kerana kehendak dan iradah-Nya lah 
sampai dengan detik ini kita masih bisa
berjumpa 
tapi jika sebaliknya 

"Kurasa cukup," 

wahai ruuha 
sudah, aku tak sanggup lagi bernostalgia 
sekarang, sudah tak seperti dulu 
tak ada lagi tukang pancung 
sekarang, sudah berdeba 
memang yang nampak itu manusia 
tapi yang sebenarnya itu hanyalah manisia manisia yang durja

Bandar Aceh, 23 April 2017

Syukri Isa Bluka Teubai; Penyuka Sastra
<Email; syukriblukateubai@gmail.com>

Post a Comment

0 Comments