Ilustrasi@Beberapa Ustazah/Guru di Dayah Modern Misbahul Ulum, Paloh.
Ibu
Guru Bersepeda Ontel
Oleh: Syukri Isa Bluka Teubai
Adakala
pagi di setiap hari Senin, adalah keadaan yang sudah lumrah, seperti biasanya.
Baik di kantor atau instansi-instansi yang berkaitan dengan pemerintah, apa
sahaja. Apalagi di setiap sekolah-sekolah.
Adalah
upacara bendera, yangmana tetap berlaku akan acara tersebut selain berlakunya
khusus di bulan Agustus. Murid-murid sudah berbaris rapi di dalam barisannya,
beberapa menit ke hadapan penaikan bendera akan dimulai.
Halaman
Sekolah Dasar (SD) Negeri Belukar, yang berukuran seperempat dari lapangan bola
kaki itu terlihat hampir penuh. Di beberapa kampung pesisir tersebut, hanya ada
satu sekolah dasar sahaja. Hanya itu Sekolah Dasar di kampung Belukar.
Jika
anak-anak yang sudah tamat dari sana (Sekolah Dasar Negeri Belukar) mereka
harus ke kampung tetangga, yang berada sedikit jauh dari kampung yang rata-rata
penduduknya itu nelayan.
Kerana
sekolah menengah pertama (SMP) dan menengah ke atas (SMA), adanya bukan di
kampung Belukar tersebut. Semua siswa-siswi di sekolah dasar itu terlihat
semakin rapi sahaja di barisan masing-masing.
Ibu
Annisah salah seorang guru di sekolah itu, memulai acara dengan mengucapkan
salam. Sahutan serentak sekalian murid, guru-guru yang lain begitu juga dengan
para penjual jajanan di tempat itu, bergema lantang di awal pagi hari tersebut.
Di kesempatan ini, ia yang bertugas sebagai pembawa acara pengibaran bendera.
"Anak-anakku
sekalian, beradap itu adalah sangat-sangat diperlukan, ia (adap) yang harus selalu
diutamakan, kerana 'الاداب فوق العلم', "Ucap kepala sekolah di dalam
wejangannya itu.
Upacara
bendera pun selesai, belajar-mengajar adalah berlaku seperti biasanya, seperti
di hari-hari lainnya. Sebelum guru memasuki ruang kelas, tak kala ia (sang
guru) sudah berada di pintu.
Semua
murid akan berdiri memberi hormat kepada pengajarnya itu, yang dikomandoi oleh
seorang ketua kelas. Sebelum guru memberikan salam dan duduk di mejanya, mereka
tiada akan pernah mendahuluinya (guru) untuk mendudukkan badan mereka di atas
kursi belajar.
Jika
para pengajar masih ada di ruang kelas, satu pun dari murid-murid tersebut tidak
ada yang bertingkah melebihi tingkahnya, walau ia (si murid) terkenal sebagai
seorang yang batat.
Begitulah
adab, jika sudah benar-benar dibaurkan ke dalam diri setiap anak didik. Suasana
tidak riuh, memberi penghormatan kepada setiap pendidik baik di dalam kelas
mahupun di luar. Tetap akan terjaga sebagaimana mestinya.
"Bu,
biar saya sahaja yang buka pintu pagarnya," pinta Hendra.
"Iya,
terimakasih nak, tak apa. Pun sepeda ibu ini sudah dicagak, tanggung jika tidak
terus membuka pintu itu," balas bu Annisah sembari sebuah senyuman merekah
di wajah mulutnya, ia pun membuka pintu pagar sekolah dan mendorong sepeda
ontelnya keluar dari areal sekolah tersebut.
Ibu
Annisah sudah sangat terkenal di Sekolah Dasar Negeri Belukar tersebut, kerana
hanyalah ia seorang guru yang menggunakan sepeda ontel untuk pulang-pergi
mengajar di sekolah tersebut di kala waktu.
Orang-orang
di kampung itu pun sudah semuanya kenal akan ia. Annisah, ibu guru yang
bersepeda ontel. Oleh kerana hampir setiap hari bahkan sudah belasan tahun ia
lalu-lalang mendayung sepedanya melewati jalan di kampung Belukar tersebut.
Ia
salah seorang guru yang berasal dari kabupaten lain, hanya sahaja tugas
pengabdiannya itu di kampung Belukar. Nakeuh, sepeda ontelnya itu sebagai alat
transportasi untuk ia nya menghemat waktu demi mencapai sekolah dasar tersebut.
Dan
sepeda itu dititip di sebuah rumah warga yang berada di simpang jalan Tgk Di
Balee berdekatan dengan jalan Lintas-Nasional.
Kerana
untuk mencapai Sekolah Dasar Negeri Belukar yang terletak beberapa meter dari
bibir pantai, akan menghabiskan waktu yang lama jika ia berjalan kaki dari
simpang jalan tersebut menuju sekolah dasar di kampung pesisir itu.
"Sudah,
sudah bu. Biar saya sahaja yang tutup pintu pagarnya," Hendra Abd Salam,
seorang siswa kelas enam. Memaksa diri untuk menutup pintu pagar tersebut tak
kala bu Annisah mahu menutupnya sendiri.
Hendra
pun merasa bahagia, kerana sudah berkesempatan untuk bertegur sapa dengan ibu
guru yang bersepeda ontel di waktu murid-murid yang lain tengah sibuk untuk
pulang ke rumah orang tuanya masing-masing. Kerana pada sa'at yang di maksud,
jam belajar untuk hari Senin tersebut sudah selesai.
Saban
hari, begitulah berlaku padanya (ibu Annisah) yang selalu mendayung sepeda
ontel itu untuk mencapai sekolah di mana ia mengabdikan dirinya, kepada anak anak
daripada masyarakat kampung pesisir tersebut.
Ia
tak pernah merasa acuh, atas kesehariannya itu. Pendayung sepeda ontel, adalah
lakap yang sudah melekat bahkah sangat akrab dengan sekalian warga apalagi
dirinya itu.
Terus
berlaku, demi masanya sampai ia tidak lagi berdinas di sekolah dasar yang ada
di kampung Belukar yang semua penduduknya adalah nelayan/pelaut. Hanya ada satu
sahaja dari mereka (penduduk asli kampung itu) yang guru, mengajar di Sekolah
Dasar Negeri Belukar.
Cerpen
yang ditulis oleh penulis, ini merupakan kisah nyata dari seorang guru, ibu Annisah
yang memang nama sebenarnya.
Banda
Aceh, 25 November 2016.
0 Comments