Elegi Cinta Tiada Penghujung (Bagian K5)

Ilustrasi@Syukriisablukateubai

Elegi Cinta Tiada Penghujung

Oleh: Syukri Isa Bluka Teubai


...Mencari Ketenangan...

Keinginannya menjadi orang hebat sangatlah besar, ia menyadari bahawa hidup di dunia ini bukan hanya untuk makan, minum, bekerja dan memperkaya diri apalagi untuk menzhalimi sesama makhluk. Akan tetapi, apa yang bisa diberikan kepada orang-orang yang ada disekitar bahkan kepada dunia sekalipun. Sungguh mimpi pemuda itu sangatlah besar.

Ia mempunyai banyak rakan dan tiada pernah menganggap ada musuh di dalam hidupnya, kerana kepada siapa sahaja ia tiada pernah menaruh rasa iri, benci, khianat dan lain sebagainya. Mudah dan suka berkawan, tiada banyak bicara jikalau tiada perlu. Setiap bertemu dengan rakan baru, yangmana orang tersebut adalah rakan dari sekalian rakannya, dengan serta merta ia hanya mendengar percakapan mereka.

“Aku berkata demikian untuknya, kerana aku memang tahu bagaimana ia yang sebenarnya. Ia bukan seorang sosok yang mudah untuk menceritakan tentang hal pribadi dirinya kepada orang lain,” Mahlil, rakan karib sang pemuda tersebut berguman sendiri, ia tengah beristirahat di atas kasur di dalam biliknya.

Rakan karib itu adalah orang kepercayaannya, Muksal dan Mahlil, mereka sudah sangat dekat bahkan keluarga keduanya pun sudah menjadi saudara. Sering bertukar pikiran, berbagi cerita dan membahas segalanya. Hanya kepada seorang rakan tersebut, ia sangat leluasa menceritakan segalanya.

Kadangkala pemuda yang sudah memilih jalannya tersebut, iaitu mengurung diri di dalam bilik rumah orang tuanya. Dicandai oleh rakan-rakannya, baik oleh kerana kata-katanya. Yang dianggap oleh rakan-rakan yang lemah pikirannya itu, bahawa apa yang dikatakan oleh pemuda tersebut merupakan kemustahilan yang nyata.

Namun tukang mimpi itu tiada pernah berputus asa dan di kala seorang rakan menyanggahnya, sebuah senyuman manis pasti selalu menganga dari mulut wajahnya itu. Namun sekarang ia sudah memilih jalannya, yang namun setiap sesuatu pasti sudah dipertimbangkan matang-matang sebelum ia melakukan hal tersebut.

“Sudah sepekan masa aku belum mengunjunginya, setelah seminggu yang lalu menghabiskan malam bersamanya, aku sangat kasihan padanya. Sungguh tiada bisa kusembunyikan rasa khawatirku ini bila bertemu muka dengannya. Ia adalah seorang yang hebat, berwawasan luas, aku sangat yakin bahawa suatu sa’at, waktu akan membuktikannya!” Rakan itu masih berguman sendiri.

“Ketika seseorang mengagumimu, ingin berteman denganmu. Dan ketika engkau sudahpun berteman dengannya, buatlah ia nyaman, buktikan bahawa dirimu adalah seperti apa bahkan melebihi dari yang dipikir olehnya dahulu. Jangan di ketika mereka sudah berteman denganmu, mengetahui bagaimana dirimu. Malahan akan menjauhimu sejauh mungkin. Jangan pernah begitu, jika memang ada yang seperti itu. Sering-seringlah merenungi perangaimu, kenapa bisa begitu!” Mahlil, mengulang kata-kata nasehat pemuda pemimpi itu.

Ia sering membaca kata-kata yang ditulisnya di selembar kertas buku tersebut dan suka membacanya bila ia tengah sendiri. Ia juga selalu berdo’a kepada Allah SWT, senantiasa Muksal akan selalu dalam lindungan-Nya. Semoga sahaja Muksal segera menemukan ketenangan untuk jiwanya itu. Dan akan beraktifitas seperti sedia kala.

“Tuhan, hanya kepadamu aku meminta. Pulihkanlah segera rakanku itu, aku tiada sabar lagi untuk melihat kejayaannya di atas dunia-Mu ini,” Mahlil berguman di dalam hati, dengan do’a yang bersahaja. Ia pun beranjak dari biliknya.

...Sekian...

Post a Comment

0 Comments