Orang Orang Mempraktekkan Rasa Sosial

Warga Bluka Teubai Tengah Melihat Bulek Yunani Sesa'at Sebelum Dibawa ke Rumah Sakit. Adapun Warga Negara Asing yang Ditemukan Terapung di Tengah Laut Tersebut Diselamatkan oleh Dedy Bin Kasyah, Neulayan Bluka Teubai.

Orang Orang Mempraktekkan Rasa Sosial
Oleh; Syukri Isa Bluka Teubai

NAKEUH, di beberapa tahun yang sudah berlalu, tepatnya di hari Rabu, 1 Februari tahun 2012, adalah para nelayan kampung Bluka Teubai, juga sudah pernah menolong warga Rohingya, yang saban perkara mereka itu terombang ambing di tengah laut, seperti seorang anak buah kapal berbendera Yunani yang ditolong pada hari Senin, 22 Mei 2017 beberapa bulan yang lalu, adalah sepekan sebelum bulan Ramadhan tahun ini.

Dan penulis sengaja menulis lagi cerita ini, kerana tertarik dengan berita yang sudah disiarkan oleh beberapa media, di beberapa hari terakhir. Akan kabar yang berkaitan dengan para nelayan Bluka Teubai, Dewantara, Aceh Utara, Aceh, yang kembali bisa menolong walau kali ini hanya seorang sahaja warga negara asing di tengah laut.

Sekaligus untuk mengapresiasikan, walau penulis hanya baru mampu untuk mengapresiasikan akan kebaikan (rasa sosial) itu dengan beberapa rangkai kata. Kerana dari apa yang sudah dilakukan oleh masyarakat di pesisir itu, merupakan bagian daripada ketentuan, akan aturan yang sudah diberlakukan semasa Aceh masih berdaulat.

Di kala waktu, warga Myanmar/Rohingya tersebut berjumlah puluhan orang, tepatnya 54 orang, mereka lari dari negaranya kerana perang akan pembantaiaan terhadap muslim yang tengah begitunya bergejolak pada masa tersebut, yang sampai sekarang, mungkin, juga masih begitu (perang).

Papargyris Charalampos (27 tahun). Adalah anak buah kapal pembawa amoniak berbendera Yunani

Akan perlakuan (membantu siapa sahaja yang membutuhkan pertolongan di tengah laut, tanpa ada dasar dasar persyaratan yang khusus di sa’at mencekam, supaya boleh dibantu) seperti itu saban, pasti akan dilakukan oleh sekalian warga pesisir. Dan di mana sahaja akan kejadian seperti itu berlaku, juga pasti akan ada yang bersegera untuk membantu. Jika akan kejadian masih di daerah Aceh ini.

Hari Senin tanggal 22 Mei kemarin, itu hanya satu orang sahaja, yang kemudian diketahui berwarga negara Yunani. Dan kampungkupun kembali heboh, itu yang penulis suka. Selain kembali bisa melihat bulek (warga negara asing) bagi mereka yang kemarin ada di kampung, juga bertambahnya akan pengalaman bagi anak anak kecil, masih tergolong ke dalam kategori kanak kanak.

“Sejatinya mereka akan sedikit lebih cepat tahu, bahawa dunia ini luas, ada banyak negara negara, punya banyak penduduk yang bermacam macam rupa. Supaya juga mereka lebih lagi cepat tahu, bahawa Allah SWT Maha Kaya, Diri-Nyalah Pencipta Segala. Dan akan kehidupan itu, tidak hanya di Bluka Teubai sahaja, kerana akanpada hal itulah penulis suka.

Kemarin itu jelas berbeda, tidak seperti di beberapa tahun yang lalu, sa’at warga Rohingya berada di Bluka Teubai sana. Yang juga menjadi menarik, mereka itu berbaur dengan masyarakat di tempat sementara walau beberapa hari. Bahasanya bisa dimengerti, adalah banyak waktu bersama masyarakat, sebelum dibawa ke tempat penampungannya.

Nakeuh, sampai sekarang kita (masyarakat Aceh) tetap masih sahaja menolong siapa pun itu (kerana sama sama manusia), jika ia tengah sekarat. Tidak peduli agamanya apa, berasal darimana, dan sebagainya. Itu bukan persoalan, yang penting selamatkan dulu yang membutuhkan bantuan, adalah azas daripada islam, yang rahmatan lil ‘alamin.

Dan kepada siapa sahaja “WELCOME,” begitulah akan kita (Aceh) ini. Walau setelahnya diripun akan dijajah oleh mereka yang telah dibantu, sampai sekarang kita (Aceh) masih merasakan itu. Tapi yang demikian tidak menjadi alasan, penghalang bagi masyarakat Aceh, untuk kembali membantu siapa sahaja yang membutuhkan pertolongan.  
  
Maka di beberapa tahun terakhir, kembali dibentuknya undang-undang akan laut. Di bawah naungan Panglima Laot, bagi setiap daerah di Aceh, yang pada dasarnya itu bukanlah satu peraturan yang baru (Qanun Laut, Panglima Laut), bagi masyarakat di Aceh. Pun, kerana Selat Malaka itu jalur dagang laut di kala waktu, jalur bagi segala penduduk dunia dan berada di tempat strategis bagi masyarakat Aceh. 

Juga yangmana qanun qanun/adat laut itu, terus akan melekat di setiap benak akan mereka yang mata pencahariannya di laut lepas (memancing ikan). Bahpun peraturan-peraturan tersebut, tidaklah tercatat, tertempel di pintu pintu rumah setiap nelayan.

Tapi, masih berlaku, melekat pada setiap kita (Aceh). Menurut penulis “Ini adalah sebuah keajaiban.” Kerana ketetapan hukum, adat, budaya itu tetap senantiasa masih membekas pada setiap kita. Semoga mampu dipertahankan sampai seterusnya, dan sebelum penulis mengakhiri tulisan ini.

Adalah ucapan “Beginilah yang sebenarnya sosial dengan masyarakat dunia, bukan berteriak teriak sahaja untuk harus mempunyai rasa sosial yang tinggi, akan tetapi itu hanya di mulut sahaja.” (Bluka>Belukar, Teubai>Lebat/Tebal=Bahasa Melayu).

Syukri Isa Bluka Teubai, Penyuka Sastra.
Tulisan ini sudah disiarkan oleh portalsatu.com

Post a Comment

0 Comments