foto@Syukriisablukateubai; Dermaga Seurapong, Pulo Aceh.
Ramadhan Bulan Sastra Dunia
Oleh: Syukri Isa Bluka Teubai
“Beberapa hari lagi
ia akan datang menghampiri dan setelahnya jua ia akan pergi. Jangan pernah
tangisi, setelah sekian lama nanti ia baru akan kembali. Umur ini tiada tentu
mampu menanti, belum pasti di kesempatan hadapan bisa menjumpai. Jangan katakan
penyesalan kepada Fitri, ia tiada tahu-menahu persoalan bagi yang pergi. Apa
yang sudah dilakukan hari ini, apa yang akan dilakukan di bulan (sastra) ramdhan
ini.”
Sengaja mengawali tulisan ini dengan
kata-kata yang bersajak adakalanya itu bisa dikatakan sebagai puisi, walau
hanya beberapa baris saja untuk menghormati bulan sastra itu. Karena memang
sebentar lagi kita akan kedatangan/meninggalkan bulan suci ramadhan. Yangmana
sekarang kita akan berada di dalamnya, melakukan puasa di hari-harinya dan
berterawih pada setiap malam sampai pada malam ke tiga puluh dari sekian jumlah
di dalam ketentuannya.
Adalah ramadhan bulan pelebur dari segala
dosa, penghulu dari sebelas bulan lainnya. Tidak ada perbedaan antara yang
miskin dan si kaya di hari-harinya, semua sama-sama menahan lapar. Di bulan itu
hanya ada; siapa yang banyak beribadah dan sebaliknya. Hanya itu yang membuat
perbedaan dari banyak perbedaan yang ada di dalamnya, selebih daripada itu.
Terkembalilah kepada pribadi kita masing-masing.
Begitu juga dengan suara orang-orang yang
terus mengaji, melantunkan ayat Al-Qur’an sampai pada waktu sahur tiba. Keadaan
seperti ini jarang kita temukan selain di bulan yang begitu agung tersebut, dan
semua tahu. Kerana di bulan lainnya tidak akan pernah, jarang ditemui;
masyarakat-masyarakat di setiap kampung itu, khususnya di Aceh. Umumnya
Indonesia dan di seluruh dunia ini, akanpada membaca Al-Qur’an sepanjang malam
berlaku.
Berbicara ramadhan, bulan puasa atau ‘bulen
puasa’, kebiasaan orang Aceh menyebutnya. Adalah satu bulan yang sangat
istimewa, dari segala kebajikan yang dilakukan oleh manusia, siapapun ia. Pastilah
akan mendapatkan fahala/ganjaran yang luar biasa berlipat ganda. Semua kita tahu
itu. Hanya dalam menjalaninya saja, terdapat perbedaan-perbedaan antara polan
ini dengan si polan itu, selebihnya tidak.
“Bulan ramadhan sebenarnya adalah bulan
sastra dunia,” menurut hemat penulis, mungkin juga semua kita. Oleh kerana di
bulan inilah Al-Qur’an yang mulia diturunkan Allah SWT. Dan jika berbicara tentang
Al-Qur’an, berarti kita tengah membicarakan perihal sastra dunia, yang setiap
dari pelakunya (pelaku sastra) disebut dengan nama seniman, secara umumnya.
Siapa yang tidak tahu bahwa Kitabullah tersebut mengandung berjuta nilai sastra
di dalamnya.
Akan tetapi tidak pernah ada cerita fiksi
di dalamnya, ini harus benar-benar difahami. Jangan sampai salah dalam memberi
makna pada Kitab yang mempunyai nilai sastra tertinggi ini, dalam menilai
cerita-cerita yang ada di dalam Al-Qur’an tersebut nantinya. Kerana, apabila berbicara
tentang sastra, novel, cerpen yang dibuat oleh manusia. Pasti ada dan banyak mengandung
cerita fiksinya, maka Al-Qur’an itu sama sekali tidak ada satupun cerita fiksi.
Di setiap ayat dari kitab suci Al-Qur’an
tersebut, mak’ruf adalah terkandungnya nilai-nilai seni yang sangat luar biasa
kualitasnya dan tidak ada keraguan sedikitpun di dalam Kitabullah yang maha
agung tersebut. Manusia mana yang dapat, mampu menandinginya, tidak ada sama
sekali. Dan tidak akan pernah ada manusia, siapa saja ia di dunia bahkan sampai
akhir dari umur dunia inipun (kiamat), sungguh mereka-mereka itu tidak pernah
akan ada. Oleh kerananyalah (diturunkan Al-Qur’an) di bulan ramadhan yang
sedang dirasai dan dijalani oleh masyarakat, umumnya masyarakat dunia sekarang.
Di bulan yang penuh berkah ini, juga akan
kita dapati banyak kesenian di dalamnya. Baik itu seni berjualan (dagang),
membuat kue dan semacamnya. Yangmana di bulan-bulan lainnya, kita tidak pernah
mendapati banyak orang yang mempraktekkan seni berjualan adakala itu di
simpang-simpang jalan. Dan mereka juga menjual segala macam makanan di bulan
rahmat ini, orang-orang yang tidak pernah berjualan sama sekali di bulan-bulan
lainpun akan banyak kita dapati berjualan di waktu bulen puasa.
Nakeuh, mereka-mereka yang tidak pernah membuat kue sama sekali. Di bulan
yang penuh ampunan ini, dengan tidak sadar, mungkin. Akan juga mencoba untuk
membuat kue, walau hanya untuk suka-suka belajar saja. Kita tidak akan
mendapatkan mereka-mereka di bulan lainnya mencoba itu, pernahkah terfikir oleh
masing-masing pribadi ini? Secara tidak sadar kita semua, sedang bergelut
dengan seni di bulan (sastra) ramadhan!
Begitu juga dengan suasana ataupun
keadaan di bulan yang diturunkannya Al-Qur’an, kitab suci umat islam, dunia.
Semua kita, pasti akan mendapati susana yang sangat-sangat berbeda di bulan berkah
ini. Semua itu bukanlah kerana oleh kebiasaan, pada dasarnya. Yangmana
kedai-kedai kopi tutup di siang hari. Anak-anak yang belum balighpun tidak
didapati makan sesuka hati di tempat-tempat umum dan banyak hal lainnya. Namun
itu semua, adalah terkandung makna-makna tersendiri, jika kita mahu memahami.
Suasananya tertib, rapi, indah dan
menyenangkan hati. Itulah suasana yang sangat umum didapati oleh siapa saja di
bulan ramadhan. Karena demikianlah seni, begitulah sastra secara khususnya.
Siapa saja yang menyukai, apalagi bergelut dengan sastra, sungguh ia akan
menyukai pada keindahan, kebersihan, ketaqwaan dan pada segala hal yang
mendekatkan dirinya kepada tuhan, Allah SWT. Walau di dalam keseharian pribadinya
tidak didhahirkan sedhahir-dhahirnya, akan tetapi cintanya kepada Tuhan, itu
nyata, tersirat ia di dalam hati yang memiliki hakikat cinta hakiki.
Demikian juga, khususnya dengan warung-warung
makan di bulan sastra ini. Semuanya terlihat penuh di kala waktu berbuka puasa
tiba, oleh karena itu. Janganlah lupa untuk bersyukur di setiap sa’at-sa’atnya
di bulan sastra dunia yang penuh rahmat ini. Karena di bulan-bulan lainnya,
tempat itu belum tentu akan ramai didatangi oleh tamu-tamu yang tidak pernah
diundang tersebut.
Sekarang banyak dari kita (manusia), yang
secara sadar ataupun tidak. Yangmana sebenarnya telah bergelut dengan sastra,
dari setiap apa yang dilakukan dalam segi amaliah di keseharian ini, baik di
setiap hari-harinya. Juga selain di dalam bulan seni. Adalah hampir semuanya (perbuatan
yang dilakukan) mengandung nilai-nilai sastra tersendiri, karena memang
keindahan (sastra) itu tidak bisa dipisahkan di dalam kehidupan manusia.
Bagaimanapun caranya, sungguh tidak akan bisa dipisahkan.
Bukan karena secara kebetulan, Kitab
sastra dunia itu (Al-Qur’an) diturunkan di bulan ramadhan. Namun oleh karenalah
sebab-sebab yang luar biasa, yangmana sampai sa’at ini. Penulis sendiripun
belum mampu, sanggup, mempunyai ilmu, bisa memberikan contoh nyata. Dan secara
tidak disadari juga, bagaimanapun corak manusia pada umumnya. Khususan mereka
yang beragama islam akan menjaga, menghormati bulan yang memiliki sejuta
keghaiban ini.
Maka, tersebutlah ramadhan bulan sastra
dunia. Bulan pelebur dari segala dosa, bulan cinta bagi para pecinta amaliah
akhirah. Dan di dalam bulan yang penuh berkah, maghfirah ini, amaliah apakah
yang akan kita lakukan. Berapa suratkah dari ayat Al-Qur’an yang akan dibaca, juga
semua daripada ibadah-ibadah yang senantiasa dilakukan tersebut. Janganlah di
umbar-umbar kehadapan umum, karena akan menjadikan kesemuanya itu tidak ada
artinya, bohong besar. Wallahu’aklam!
Syukri Isa Bluka Teubai; Penyuka Sastra.
0 Comments