Ilustrasi; Drama Arena angkatan 2016 Misbahul Ulum
@Ruslanfacebook
Oleh: Syukri Isa Bluka Teubai
Dan semua mereka terdiam membisu seperti
kaku. Sejenak hening. Suara-suara angin semilir berhembus meniup angan terbangkan
impian akan impian, berderap beriringan alunan syahdunya begitu terasa merdu
menepuk daun telinga, jangkrik ilalang bertepuk tangan akan ketegasan sang mudabbir
yang berisi akan badannya itu.
Sudah masyhur bahawasanya Misbahul Ulum
terkenal dengan disiplin yang begitu tegas, setiap penghuni di situ diwajibkan
berbahasa Arab dan Inggris tidak untuk yang lain. Kecuali bagi tamu baru/santri
baru itupun berlaku tiga bulan sahaja, lebih dari itu mereka juga akan
dikenakan sanksi apabila tidak berucap dengan dua bahasa tadi. Dan mungkin
begitu juga dengan dayah-dayah lain yang ada di Aceh sekaligus yang ada di
indonesia.
Adapun disiplin-disiplin sudah terikat
dalam GDS (Gerakan Disiplin Santri), jelas di dalamnya tertera tentang
hukuman-hukuman tertentu, aturan-aturan tertentu, dan bahkan semua yang
berkaitan dengan dayah, santri-santriah, ustat-ustazah tertera di GDS tersebut.
Dan mereka masih terdiam membisu di ketika
mudabbir itu sudah mengakhiri ceramah nasehatnya.
“Ya ayyuhan nas, kenapa masih membisu? Ana
tidak merajah antumkan? Ana cuma menasehati, jangan seperti orang kesurupan
sahaja, Ana berbicara sama antum. Tanggapilah perkataan ini, bukan bingung yang
Ana mahu,” mudabbir itu terus berkata-kata.
“Nahnu terlena oleh kata antum ya akhi, sungguh
benar apa yang antum katakan itu. Nahnu
sangat-sangat kurang memperdulikan bahkan lagi, itu nahnu remehkan sebelumnya.
Tapi hari ini nahnu berjanji untuk tidak mengulangi lagi akanpada hal-hal yang
demikian. Nahnu berjanji pada diri sendiri, hari ini dan seterusnya,” Azizul
Hakim menjawab akan pertanyaan mudabbirnya tadi.
Nazaruddin, Zulham, Mulia Abnur, M.
Irham, Hamzah (Alm), M. Albaihaqi, Ridwan, Rizkal, Fahmi Sulaiman, Ahmad Dona,
Rahmatsyah, Sultan Barqah, Zamzami, Andrian, Faisal Basri, Berry Muntazar,
Azhari Ja’far, M.Ya’cob, M. Husaini dan semua kawan-kawannya juga menyerukan
hal yang sama.
Mereka semua berjanji pada hari itu, dan
janji-janjinya akan dijaga sampai menjadi alumni dari Misbahul Ulum kelak.
Mereka sangat berkeinginan untuk menjadi santri-santri yang selalu menjunjung
tinggi akan Misbahul Ulum tempat mereka mencari ilmu, membekali diri,
mempelajari agama berhingga sampai mengenal dirinya dan Allah sebagai tuhannya.
Apalagi akan semua jasa-jasa Usta-Ustazahnya sungguh itu tak terkira, tiada akan
mampu dibalas oleh mereka akan jasa-jasa mulia nan bersahaja itu.
Mereka juga berkeinginan untuk mencontohi
akan sekalian abang-abang leting mereka yang sudah tamat duluan dari sana.
Mereka telah mewarnai dunia ini dengan ilmunya yang diperoleh dari dayah
tersebut. Sungguh mereka luar biasa. Baik dari alumni perdana/pertama sampai
kepada seluruh alumni Misbahul Ulum lainnya. Walau diantara mereka ada yang
sedetik, semalam, sehari sahaja, namun semua mereka itu sama.
Mereka mengharumkan nama Misbahul Ulum,
mereka menduniakan Misbahul Ulum, dan mereka semuanya telah berterimakasih
untuk para sekalian alumni, ustat-ustazah, untuk siapa sahaja yang pernah ada, berkorban
demi Misbahul Ulum, di manapun ia berada, bahawasanya akan senantiasa menunggu kedatangan
sekalian alumni untuk menjenguk mereka di Misbahul Ulum, kapan sahaja. Tiada
berharap akan oleh-oleh, tiada berharap sesuatu apapun, malu meminta-minta,
kerana tahu ilmulah yang sangat dibutuhkan. Mereka hanya terus berkeinginan
untuk sekalian alumni, senantiasalah kita bersilaturrahmi. Kembalilah mari kita
mempererat ukhwah dalam jalinan silaturrahmi.
“Banyak sekali gurauan anta ya, lagi banyak
cerita dan kisah nampaknya hehe. Sudah-sudah, dengar dulu akhi Taufik lagi
bicara itu di depan,” Suara Zulfahmi menegur akan Zulham yang sedang
berbisik-bisik itu.
“Tu lek, Tu lek,” Zulham menyanggah Zulfahmi
dengan candanya sambil mengangkat alis matanya. ‘Tu lek,’ singkatan dari
masyiktu zalek- (suka-suka saya).
“Ia, ia. Anta ganteng deh,” balas Zulham akan
Zulfahmi sahib -kawan- nya itu.
Semua mereka ini satu angkatan. Banyak
sekali keunikan-keunikan yang akan dijumpai pada setiap santri, setiap angkatan
pasti ada keunikan tersendiri tak terkecuali, pasti ada.
“Nanti malamkan ada acara di Qa’ah -aula,
tempat pertemuan-,?” Akhi Taufik bertanya kepada sekalian a’dha’k -anggota- nya
setelah selesai dari ceramah singkatnya tadi, dan mereka masih di lapangan
Sahara itu.
“Na’am (ya) akhi,” jawab Nizal Rahmatullah.
“Taufik Syah Hendri mahu tes baca puisi di
depan kita ini, katanya sebelum nanti malam tampil di Qa’ah. Tadi ia suruh Ana
untuk bilang pada antum, ia tidak berani bilang sendiri, malu katanya,” Nizal
bertutur lagi.
“Na’am, jayyed -bagus-,” kata mudabbir itu
sambil mempersilahkannya akan Taufik SH disambut riuh gembira oleh sekalian
sahibnya.
“Terimakasih waktunya, walaupun kita sedang
tanzhiful ‘am, saya akan langsung memulai ini, biar cepat dan setelah ini kita
bisa langsung bersih-bersih lagi. Hehe.” Kata Taufik SH itu dan membaca akan
puisinya yang berjudul Kitalah Sekalian Santri.
Adapun, inilah puisinya:
Kitalah
Sekalian SantriMU
Karya:Syukri
Isa Bluka Teubai
Dua puluh
empat jam dalam malam sehari
Waktu-waktu
berputar pada rotasi
Mengelilingi
bumi yang bergalaksi
Adalah
seperti santri Misbahul Ulum ini
Yang
senantiasa menghiasi hari-hari
Dengan
amalan-amalan suci
Kepada
Allah selalu menghambakan seluruh a’zhak jasadi
Kitalah
sekalian santri
Berakal
dan tahu arti diri
Tidak
pernah lupa bahawa lima waktu adalah kewajiban abadi
Sampai
ajal menjembut nyawa ini
Tak bisa
diwakili
Sungguh
Tak bisa diwakili
Menjunjung
tinggi titah fitri
Menghormati
siapa sahaja yang pernah menggurui
Guru-gurunya
disapa di mana tempat bertemu tangannya selalu disalami
Kitalah
sekalian santri
Sekalian
kita wajib menjaga marwah Misbahul ulum ini
Dengan segenap perasaan dijiwa, ia
selesai dari membaca puisi itu. Tepuk tangan sekalian sahibnya begitu
bergemuruh, sehingga menarik perhatian santri-santri lain yang sedang
bersih-bersih di hari yang saban waktu itu.
“Bagus sekali,” Kata mudabbirnya.
“Ana yakin nanti malam anta pasti menang,” sambungnya
lagi.
Dan setelah itu, mereka melanjutkan lagi
kegiatan-kegiatan pada hari Jum’at yang kian bersahaja itu.
Dayah Misbahul Ulum di setiap tahunnya mengadakan
berbagai macam Acara. Ada malam Seribu Hadiah (Aneka Ria), biasanya diadakan di
awal tahun setelah tamu/santri baru menempati dayah. Dan acara ini dilakoni
oleh santri-santriah dari kelas dua sampai kelas teratas. Kerana kelas satu,
masih berstatus tamu.
Khutbatul Iftitah, ceramah perkenalan
tentang seluk beluk dayah, bagaimana, apa, kenapa, kapan, dan memperkenalkan segala hal tentang dayah
tersebut kepada tamu-tamu baru itu.
Drama Arena, adalah acara pementasan yang
diselengarakan oleh santri-santriah kelas lima, yang acara puncaknya terfokos
pada drama. Juga di situ mereka menampilkan berbagai macam pementasan yang
sudah tersusun.
Panggung Gembira, juga hampir sama dengan
kegiatan santri-santriah kelas lima, namun acara ini diprakarsai oleh santri-santriah
kelas akhir (kelas enam), dan tidak terfokus pada drama. Ada banyak acara-acara
seperti ini di setiap tahunnya. Tapi semua acara ini dilakukan terpisah, santri
di tempat santri, santriah di tempat santriahnya.
Bersambung...........(Bagian T3).
0 Comments